Tantangan Sektor Kelautan Dari Nelayan Hingga SDA

id tantangan sektor, kelautan dari, nelayan hingga sda

Tantangan Sektor Kelautan Dari Nelayan Hingga SDA

Sambungan dari hal 1 ...

Tak beranjak

Sebelumnya, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyatakan nasib nelayan tradisional selama 70 tahun usia Republik Indonesia tidak banyak beranjak, terutama tingkat kesejahteraannya, untuk itu dibutuhkan perhatian yang benar-benar dari pemerintah.

"(Nasib nelayan) tidak banyak beranjak, lebih parah lagi perumahan, akses air bersih dan sanitasi juga tidak berubah," kata Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Abdul Halim di Jakarta, Minggu (2/8).

Menurut Abdul Halim, tantangan yang dihadapi nelayan di sektor kelautan dan perikanan nisbi masih sama dengan yang terjadi selama 70 tahun kemerdekaan Republik Indonesia.

Di sektor kenelayanan, ujar dia, permasalahan yang ada masih seputar perlindungan wilayah tangkap, perlindungan jiwa nelayan, permodalan, dukungan pengolahan ikan melalui pembuatan "cold storage" dan akses pemasaran.

Sedangkan di sektor pembudidaya, lanjutnya, tingginya impor pakan membebani pembudidaya skala kecil dalam negeri, permodalan, serta akses pasar.

Sementara di sektor perempuan nelayan, menurut dia, sampai hari ini belum ada pengakuan terhadap kontribusi perempuan nelayan.

"RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan mesti mengakomodasi kepentingan perempuan nelayan," ucapnya.

Kembali melimpah

Selain nelayan, Menteri Susi juga mengutarakan harapannya agar pada ulang tahun ke-70 Republik Indonesia, sumber daya perikanan juga dapat kembali melimpah di perairan nasional.

Sekitar 80 persen dari sumber daya di sektor kelautan dan perikanan belum terjamah dan belum dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi,

"Sekitar 80 persen sumber daya kelautan dan perikanan belum terjamah. Untuk itu, menyongsong MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) 2015, optimalisasi inovasi iptek kelautan dan perikanan diperlukan untuk mendukung daya saing bangsa," kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Achmad Poernomo.

Menurut Achmad, ada empat strategi yang diperlukan guna mendukung kebijakan tersebut, yaitu pertama memperkuat kebijakan penelitian kelautan dan perikanan dengan indikator utama tersedianya agenda nasional penelitian dan penguatan kelembagaan penelitian.

Kedua, ujar dia, meningkatkan ketersediaan sumberdaya untuk inovasi iptek kelautan dan rekayasa sosial dengan indikator meningkatnya anggaran riset kelautan dan perikanan, serta bertambahnya jumlah peneliti.

Kepala Balitbang KKP itu juga ingin tidak hanya kuantitas peneliti meningkat, tetapi karyanya seperti beragam publikasi dan paten serta termutakhirnya sarana penelitian tersebar di seluruh Indonesia.

Ketiga, lanjutnya, memperkuat jaringan inovasi iptek kelautan untuk keterpaduan antar sektor dan memperkuat kesinambungan hulu-hilir dengan indikator meluasnya cakupan penelitian ke seluruh Indonesia yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan sesuai dengan kompetensi.

"Dan, keempat, meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menggunakan hasil inovasi iptek nasional," kata Achmad.

Hal itu, menurut dia, dapat dengan indikator terbentuknya lembaga advokasi dan inkubasi bisnis sehingga meningkatkan adopsi dan penerapan iptek nasional oleh pengguna baik masyarakat maupun industri.

Pemerintah Indonesia juga telah bekerja sama dengan Prancis dalam menerapkan program Pembangunan Infrastruktur untuk Ruang Oseanografi (INDESO) yang saat ini telah selesai dibangun dan siap diresmikan secara penuh untuk memantau kondisi perairan Indonesia.

"Proyek hasil kerja sama Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Prancis ini menjadi inovasi teknologi pertama di Indonesia yang mengadopsi sistem operasional oseanografi," kata Susi.

Menurut dia, pembangunan infrastruktur INDESO itu merupakan inovasi terkini dan berkelas dunia dari Kementerian Kelautan dan Perikanan yang juga dinilai menggerakkan revolusi iptek kelautan regional.

Selain itu, ujar dia, INDESO juga merupakan paradigma baru dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan Republik Indonesia yang lestari, berkelanjutan dan berdaya saing.

Dengan majunya sektor kelautan dalam negeri yang benar-benar menerapkan aspek berkelanjutan dan berdaya saing, maka harapan Poros Maritim Dunia bakal terwujud.