LIPI Patenkan Biourine Kampar

id , lipi patenkan, biourine kampar

  LIPI Patenkan Biourine Kampar

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melakukan pengkajian melalui penelitian terkait pengolahan urine sapi menjadi biourine.

Kajian urine sapi menjadi biourine dijalankan Pemda Kampar Provinsi Riau melalui Program Rumah Tangga Mandiri Pangan Energi (RTMPE) dan kemudian mematenkannya.

"Kami di sini langsung melihat apa yang dihasilkan oleh RTMPE. Hasil dari kotoran sapi yang diolah menjadi pupuk ini kita bawa ke LIPI untuk diteliti dan dikeluarkan hak patennya. Ini berguna agar produk khususnya yang dihasilkan biourine dan pupuk padat kotoran sapi memiliki sertifikat hak paten yang disahkan Pemerintah Republik Indonesia melalui LIPI," kata pimpinan rombongan dari LIPI Profesor Dr Bambang Subiyanto, Senin.

Sebelumnya rombongan LIPI yang dipimpin Prof Dr Bambang Subiyanto dengan di dampingi Bupati Kampar Jefry Noer telah berkunjung ke Kampar. Mereka dibawa melihat lahan percontohan RTMPE yang berada di Desa Kubang Jaya, Kecamatan Siak Hulu.

Bambang Subiyanto yang juga Deputy Bidang Jasa Ilmiah itu mengatakan, Status LIPI adalah Lembaga Pemerintah Non-Kementerian (LPNK) berada dalam lingkungan Kementerian Negara Riset dan Teknologi yang bertanggung jawab kepada Presiden.

Ia kembali menjelaskan, LIPI mempunyai fungsi melaksanakan tugas pemerintahan di bidang penelitian ilmu pengetahuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Jelasnya, lanjut dia, LIPI bertanggung jawab dalam pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang penelitian ilmu pengetahuan, penyelenggaraan riset keilmuan yang bersifat mendasar, penyelenggaraan riset inter dan multi disiplin terfokus.

Selanjutnya, kata dia, yakni melakukan pemantauan, evaluasi kemajuan, dan penelaahan kecenderungan ilmu pengetahuan dan teknologi, koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas LIPI, pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di bidang ilmu pengetahuan, penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum.

Sementara itu dari Bidang Pusat Penelitian dan Metrologi, LIPI Prof. Dr Mego Pinandito menyampaikan bahwa aktivitas LIPI juga mencakup, penelitian, kalibrasi, informasi ilmiah, identifikasi, konsultasi, analisa, survei, pelatihan dan bimbingan teknis.

"Ada juga pengembangan produk, prototype dan proses, publikasi, seminar, dan berbagai upaya pemasyarakatan ilmu pengetahuan dan teknologi, otoritas ilmiah, rekomendasi dan pertimbangan ilmiah, pembinaan ilmiah masyarakat," katanya.

Bambang kebali menjelaskan, bahwa LIPI sangat mendukung program prioritas penelitian nasional, pangan dan kesehatan molecular farming pasca genomik, obat berbasis keanekaragaman hayati, serta bioteknologi, seperti biourine berupa pupuk padat dan cair yang dihasilkan Kabupaten Kampar melalui RTMPE ini.

"Selain biourine dan kotoran padat, kami akan mengukur secara pasti semua yang ada di RTMPE untuk mendapatkan standar mulai dari luasan lahan, jumlah ternak, jumlah tanman baik cabai, bawang maupun sayuran sehingga kami dapat nilai ekonomis dan efektifnya," kata dia.

Sementara itu Bupati Jefry Noer mengatakan, Pemerintah Kabupaten Kampar sangat serius untuk mendapatkan Hak Paten hasil pupuk padat dan cair serta biogas.

"Ini penting, kalau tidak ada itu, produk unggul ini mudah untuk dipalsukan dan disalahgunakan oleh pihak lain," katanya.

Sebelumnya dijelaskan, bahwa untuk membangun Program RTMPE di atas lahan 1.000 meter persegi, dibutuhkan dana awal sebesar Rp120 juta. Dimana Rp60 juta adalah dana untuk membeli enam ekor sapi.

Kemudian dalam pekarangan RTMPE, juga akan ada upaya pengelolaan urine sapi menjadi biourine yang biaya instalasinya mencapai Rp15 juta. Begitu juga dengan untuk pengelolaan kotoran sapi menjadi biogas, dibutuhkan uang sebesar Rp15 juta untuk perlengkapannya.

Selanjutnya di atas lahan yang sama, kata dia, juga akan dipelihara sebanyak seratus ekor ayam Alpu atau ayam petelur yang akan dikawinkan dengan sepuluh pejantan jenis bangkok. Modalnya, untuk seratus ekor ayam Alpu adalah Rp7,5 juta dan Rp1,5 juta untuk pembelian sepuluh ekor ayam bangkok.

Lalu untuk membangun kandang ayam tersebut, dibutuhkan dana sebesar Rp5 juta. Ditambah dengan pembuatan kolam lele sebesar Rp5 juta. Dan terakhir adalah untuk pembelian bibit ikan lele, bawang serta cabai yang nilainya sebesar Rp11 juta.

"Namun jangan khawatir, modal sebesar itu akan kembali dalam jangka waktu yang singkat. Bahkan hanya setahun. Karena hasil dari program ini mencapai Rp15 juta bahkan Rp25 juta setiap bulannya," kata Jefry.

Untuk diketahui, bahwa dari enam ekor sapi tersebut, setiap bulannya akan menghasilkan 500 hingga 1.000 liter urine yang kemudian akan diolah menjadi biourine yang akan dijual seharga Rp15 ribu per liter. Dengan demikian, dari kencing sapi saja, keluarga RTMPE sudah menerima hasil lebih kurang Rp7,5 juta hingga Rp15 juta setiap bulannya.

Proses pengelolaan urine sapi hingga menjadi biourine menurut dia juga tidak begitu rumit. Bagaimana polanya?

Ia memaparkan; bahwa untuk memproses urine sapi menjadi biourine dibutuhkan waktu selama 14 hari. Delapan hari pertama dilakukan fermentasi untuk menghilangkan racun yang terkandung dalam urine sapi.

Setelah itu kemudian urine dimasukkan ke dalam wadah sejenis drum. Pada wadah pertama, urine tersebut dicampurkan dengan berbagai jenis rempah, seperti jahe, temulawak, kunyit, temuireng, samuloto dan lainnya. Setelah didiamkan selama tiga hari, kemudian disaring ke drum kedua hingga didiamkan lagi selama tiga hari baru kemudian biourine dapat dimanfaatkan dan dijual.

Bupati Jefry Noer menjelaskan, biourine produk RTMPE akan dipasarkan menggantikan pupuk kimia yang selama ini justru merusak kesuburan tanah.

Menurut dia, dengan biourine dan pupuk organik hasil dari pengelolaan kotoran sapi, maka tanah akan kembali subur. (adv)