Pekanbaru, (Antarariau.com) - Perusahaan pembiayaan PT BFI Finance Indonesia Tbk. meyakini kebijakan Bank Indonesia melonggarkan porsi pembiayaan bank akan mulai membangkitkan daya beli masyarakat yang tengah lesu mulai kuartal tiga tahun ini, terutama untuk pembiayaan kendaraan bermotor dan perumahan.
"Sejak awal kami mendukung kebijakan penurunan uang muka pembiayaan ini karena memang dibutuhkan oleh masyarakat yang daya belinya sedang menurun," kata Direktur BFI Finance Cornellius Henry, disela pengundian program "Uber Milyaran 2015", di Pekanbaru, Sabtu lalu (4/7).
Cornellius mengatakan hal tersebut menanggapi kebijakan Bank Indonesia (BI) yang pada akhir Juni lalu mengumumkan kebijakan pelonggaran porsi pembiayaan bank atau "loan to value" (LTV) bagi uang muka kredit kepemilikan rumah (KPR) dan kredit kendaraan bermotor (KKB). Menurut dia, kebijakan relaksasi itu sangat diharapkan pelaku bisnis pembiayaan untuk bisa menggerakkan pasar kredit properti dan kendaraan yang melesu.
"Dengan ini kami merasa optimis target pembiayaan tahun 2015 yang sebesar Rp11 triliun bisa tercapai, dengan tetap mengutamakan kehati-hatian untuk penyaluran pembiayaan. Kami juga berharap masyarakat bisa menggunakan kebijakan penurunan uang muka ini dengan bijaksana agar jangan malah menimbulkan peningkatan kegagalan bayar kredit," ujarnya.
Menurut dia, BFI Finance merupakan perusahaan pembiayaan yang masih bisa bertahan di tengah kelesuan ekonomi pada tahun ini. Penyaluran pembiayaan pada kuartal I/2015 masih bisa tumbuh 11 persen, yakni sebesar Rp2,7 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Pembiayaan BFI Finance paling besar pada pembiayaan kendaraan roda empat yaitu sebanyak 82 persen, motor sebanyak enam persen, alat berat sebesar 11 persen dan sisanya adalah properti dan permesinan. Kinerja tersebut dinilainya cukup signifikan karena sebesar 24 persen dari target, sedangkan kompetitor lain ada yang tumbuh minus.
Regional Manager Sumatera I BFI Finance, Lukman Nelam, menambahkan kebijakan penurunan uang muka KPR dan KKB diprediksi belum akan berdampak signifikan terhadap daya beli masyarakat jelang Lebaran tahun ini. "Sebabnya, Lebaran tahun ini sangat dekat dengan tahun ajaran sekolah baru. Kemungkinan dampaknya akan terasa menjelang akhir tahun," ujarnya.
Menurut dia, transaksi pembiayaan yang paling berpeluang meningkat dengan adanya kebijakan tersebut adalah untuk pembelian kendaraan bermotor. Ia mengatakan BFI area Sumatera memiliki porsi 15 persen kontribusi pembiayaan secara nasional.
Ia mengatakan kekuatan perusahaan itu untuk bisa bertahan di tengah kelesuan ekonomi adalah karena memberikan pelayanan yang lebih baik, diantaranya dengan terus membuka cabang di daerah-daerah yang kini jumlahnya sebanyak 265 jaringan di seluruh Indonesia.
"Setelah Lebaran tahun ini, kami akan membuka satu cabang baru di Riau, yakni di Kabupaten Pelalawan untuk menambah 43 kantor yang sudah ada di Sumatera," katanya.
Meski begitu, ia mengatakan pihaknya masih sangat berhati-hati untuk menyikapi bisnis yang belum stabil pada tahun ini dengan mengevaluasi pembukaan kantor cabang baru. "Dari rencana menambah 20 kantor cabang baru pada tahun ini, akhirnya kami memutuskan hanya merealisasikan lima kantor saja," ujarnya.
Sebelumnya, BI menetapkan aturan pelonggaran LTV melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.17/10/PBI/2015 tentang Rasio "Loan to Value" atau "Rasio Financing to Value" untuk Kredit atau Pembiayaan Properti dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor. Aturan ini berlaku efektif sejak 18 Juni 2015.
Dengan begitu, uang muka kredit minimal 20 persen, sedangkan uang muka KKB untuk roda empat atau lebih turun dari 30 persen menjadi 25 persen. BI yakin, relaksasi uang muka KPR dan KKB ini bisa mendongkrak kredit berupa pertumbuhan KPR bisa bertambah satu persen tahun ini setelah ada relaksasi LTV.