APKI: Produksi "Pulp" Indonesia Turun 20 Persen

id apki produksi, pulp indonesia, turun 20 persen

APKI: Produksi "Pulp" Indonesia Turun 20 Persen

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia menyatakan produksi bubur kertas atau "pulp" pada 2015 kemungkinan besar akan menurun sedikitnya hingga 20 persen dibandingkan tahun lalu, akibat imbas dari melemahnya industri nasional yang membuat permintaan kertas di pasar domestik menurun.

"Semua industri kini sedang kesusahan, dan kalau industri yang lain dalam kondisi tidak normal, maka industri pulp pasti kena dampaknya. Tahun ini kalau produksi bisa mencapai delapan juta ton saja, kita sudah Alhamdulillah bersyukur," kata Wakil Ketua Umum Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) Rusli Tan, kepada Antara di Pekanbaru, Senin.

Ia mengatakan, produksi pulp nasional akan sulit mencapai kinerja tahun 2014 yang sebesar 10 juta ton. Saat itu, 40 persen produk turunan pulp seperti berupa tisu dan kertas putih Indonesia telah diekspor ke negara-negara Asia-Pasifik. Sementara itu, sekitar 60 persen lagi diserap oleh pasar domestik.

Kondisi perekonomian nasional yang kini tengah melemah membuat daya beli masyarakat menurun dan mempengaruhi industri yang menggunakan produk kertas. Rusli mengatakan, industri makanan yang menjadi salah satu pasar terbesar menggunakan produk kertas dan tisu kini dalam kondisi sulit karena harga-harga melambung sementara daya beli masyarakat menurun.

"Harapan kami adalah pada momen Puasa Ramadhan dan Idul Fitri yang biasanya permintaan akan meningkat tinggi, seperti tahun sebelumnya naik hingga 1.000 persen. Sedangkan, dalam triwulan pertama tahun ini semuanya sangat sulit," ujarnya.

Ia menilai rencana Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang tengah menyusun sejumlah insentif guna mendukung pertumbuhan investasi hijau di antaranya bunga pinjaman lunak untuk pengembangan usaha, bisa menjadi "angin segar" bagi industri. Namun, kebijakan tersebut perlu didukung oleh konsistensi pemerintah pusat dan daerah dalam pelaksanaannya.

"Seringkali kebijakan tidak sesuai dengan pelaksanaanya," kata Rusli.

Menurut dia, pemerintah dalam menyusun kebijakan diharapkan turut melibatkan asosiasi industri dan kementerian terkait sehingga bisa efektif dalam pelaksanaan dan tetap sasaran. Ia mengatakan, industri kini membutuhkan kebijakan yang mendukung kepastian usaha dan peningkatan produksi.

Dalam hal tersebut, ia mengatakan APKI merekomendasikan adanya kebijakan perdagangan "imbal-beli" dan memberikan "Usance letter of credit" (LC) agar pembeli dapat membayar pembelian pulp dan kertas dari Indonesia selama enam bulan.

"Kebijakan imbal-beli dahulu pernah diterapkan di masa orde Baru, misalkan ketika kita impor barang tertentu dari Arab Saudi, maka negara itu juga diminta membeli pulp dan kertas Indonesia," katanya.