Pekanbaru, (Antarariau.com) - Kalangan legislator di Riau menyatakan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla harus menjelaskan sikap terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.
"PP Gambut dibuat diakhir pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono. Sehingga terkesan lebih pro lingkungan, dibanding pembangunan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Riau," ucap anggota DPRD Provinsi Riau Bagus Santoso di Pekanbaru, Riau, Senin.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu menyebut, walau peraturan tersebut lebih pro tehadap lingkungan, namun tidak mesti mengorbankan kepentingan masyarakat tempatan yang hidup dari melakukan budi daya dan sebagian pelaku usaha di lahan gambut seperti kelapa sawit dan hutan tanaman industri.
Mantan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan pernah menyatakan sekitar 4 juta hektare lahan dari total luas daratan Provinsi Riau sekitar 8,9 juta hektare telah difungsikan menjadi perkebunan sawit baik secara legal maupun ilegal.
Berdasarkan data Dinas Perkebunan Provinsi Riau menyebutkan total luas areal perkebunan kelapa sawit 2.372.401 hektare, diantaranya 1.315.230 ha atau 55,4 persen adalah milik rakyat di daerah tersebut, lalu milik swasta 977.625 hektare atau 41,2 persen dan miliki pemerintah 79.546 hektare atau 3,4 persen.
Dari 4 juta hektare total luas lahan tersebut, diantaranya 0,8 juta hektare lahan sawit dilakukan dengan budi daya tanaman di lahan gambut, kemudian sekitar 1 juta hektare lahan gambut dimanfaatkan untuk hutan tanaman industri, sekitar 0,5 juta hektare lahan gambut digunakan untuk pertanian dan perkebunan lainnya.
"Kalau seandainya lingkungan lebih penting, maka tidak harus mengorbankan kepetingan lain yang justeru meningkatkan pendapatan masyarakat di Riau. Memang sudah seharusnya kita berpikir untuk kepentingan penyelamatan lingkungan dan hal itu harus ada dari sikap pemimpin kita," ujarnya, menegaskan.
Marwan Yohanes, Ketua Komisi B DPRD Provinsi Riau sebelumnya menyanyangkan sikap pemerintahan Jokowi karena terkesan lebih mementingkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dibanding legislator di daerah tersebut yang terkesan didiamkan dalam menangani masalah gambut di Riau.
"Jangan malah pihak asing melalui LSM, ikut-ikutan untuk menjadi "pahlawan kesiangan" dalam hal ini. Padahal belum jelas apa sesungguhnya apa kepentingan mereka (LSM) dibalik sikap yang seolah-olah peduli terhadap lingkungan," paparnya.
Dalam kunjungan kerja Jokowi yang dilakukan selama dua hari di Riau yakni pada Rabu dan Kamis (27-28/11), Presiden sempat melakukan "blusukan" ke Sungai Tohor, Kabupaten Kepulauan Meranti untuk melihat lahan gambut yang dilakukan budi daya masyarakat tempatan menjadi tanaman sagu.
Presiden Jokowi sempat menanam bibit sagu di kebun milik warga bernama Nong. Usai menanam bibit sagu di area budi daya yang memanfaatkan lahan gambut, Presiden berjanji akan datang kembali ke Sungai Tohor untuk melihat sagu yang ditanamnya.
"Lima tahun lagi saya akan datang ke sini. Saya akan melihat sagu yang saya tanam, apakah sudah bisa dipanen," ujar Jokowi yang langsung disambut tepuk tangan riuh ribuan warga tempatan.