Ekspor Pulp Melemah, APKI Minta Pemerintah Kreatif

id ekspor pulp, melemah apki, minta pemerintah kreatif

Ekspor Pulp Melemah, APKI Minta Pemerintah Kreatif

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia meminta pemerintahan Presiden Joko Widodo segera mengantisipasi melemahnya ekspor bubur kertas (pulp) karena dampak lesunya ekonomi global dengan menerapkan strategi insentif keuangan dan memproteksi industri kehutanan dari kampanye negatif terkait lingkungan.

"Melemahnya ekonomi dunia sudah di depan mata yang bisa berdampak ke industri, dan ini tidak bisa ditangani hanya dengan berdoa saja tapi harus ada tindakan nyata," kata Wakil Ketua Umum Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) Rusli Tan kepada Antara di Pekanbaru, Senin.

Selama ini Riau menjadi barometer industri "pulp" dan kertas nasional karena keberadaan dua pabrik raksasa, yakni PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) dari APRIL Grup, dan PT Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP) dari APP Grup.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor "pulp" di Provinsi Riau pada periode Januari-September 2014 mengalami penurunan 103,84 ribu dolar dibandingkan periode yang sama pada tahun 2013.

Nilai ekspor "pulp" Riau dari 1,073 miliar dolas AS pada 2013 turun menjadi 969,972 juta dolar AS dalam periode Januari-September 2014.

Kontribusi komoditas tersebut terhadap nilai ekspor nonmigas Riau pada Januari-September tahun ini mencapai 10,91 persen, dan masih kalah jauh dibandingkan komoditas hasil kelapa sawit yang berkontribusi 58,36 persen.

Rusli Tan mengatakan merosotnya nilai ekspor pulp Riau tidak bisa dihindari karena pengaruh melemahnya ekonomi dunia. Menurut dia, harapan komoditas ini yang sebelumnya banyak permintaan dari pasar Asia juga meredup akibat melemahnya ekonomi Tiongkok.

"Yang kita harapkan menopang ekspor pulp hanya dari Tiongkok, sekarang juga agak melemah," katanya.

Ia mengatakan, APKI merekomendasikan agar pemerintah melalui Menteri Keuangan dan Menko Ekuin menerapkan strategi kebijakan kemudahan bayar untuk ekspor (usance letter of credit/LC) dengan bunga rendah sekitar tiga persen dan jatuh tempo 180 hingga 360 hari.

Dengan begitu, komoditas "pulp" nasional jadi lebih kompetitif karena pembeli mendapat kemudahan membayar dibandingkan produk ekspor dari negara lain.

"Contoh gampangnya adalah pada pasar telepon seluler, kenapa produk Samsung dari Korea kini merajai pasar karena mereka beri kemudahan membeli dengan kredit sampai 12 bulan. Jadi seperti itulah seharusnya pemerintah kita menerapkan strategi mengantisipasi kelesuan pasar," ujarnya.

Menurut dia, kebijakan "usance LC" pernah diterapkan untuk komoditas pulp nasional di era Menteri Keuangan J.B Sumarlin pada era 1992-1993 yang dampak positifnya luar biasa.

Ia menilai instentif "usance LC" lebih menarik dan efektif bagi pembeli, ketimbang memberikan kemudahan pajak (tax holliday).

"Saat kebijakan itu diterapkan oleh Menkeu Sumarlin, ekspor kertas dan pulp nasional naik gila-gilaan sampai 300 persen. Sayangnya, ketika Menkeu berganti, kebijakan bagus ini tidak digunakan lagi," katanya.

Selain insentif moneter, ia meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) mempercepat proses perizinan bagi industri kehutanan membangun hutan tanaman industri (HTI).

Bentuk perlindungan negara yang juga penting dilakukan adalah dengan benar-benar melindungi perusahaan yang sudah berkontribusi memberikan devisa dan membuka lapangan kerja dari kampaye negatif LSM lingkungan asing yang bermuatan politis.

"Pemerintah harus paling depan menghadapi LSM karena ada unsur politik negara didalamnya," kata Rusli Tan.