Pekanbaru, (Antarariau.com) - Pelaksana tugas (Plt) Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rahman mengaku prihatin dengan kondisi terakhir yang menimpa Gubernur Riau Annas Maamun saat diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena mengaku sakit sembari menitikkan air mata.
"Kita kan masih dalam suasana prihatin atas musibah yang dialami pak gubernur. Jadi saat ini, kita bantulah dia (Annas Maamun) dengan doa, agar bisa menolong beliau untuk diberi ketabahan dan kekuatan," katanya di Pekanbaru, Jumat.
Sebagai masyarakat di Riau, lanjutnya, pihak sangat mengharapkan doa yang tulus ikhlas dapat diberikan kepada Gubernur Riau Annas Maamun yang telah berusia lebih dari 74 tahun dan sebagai manusia biasa yang tidak luput dari perbuatan kesalahan.
Menurut Arsyadjuliandi, orang nomor satu di provinsi tersebut mendapatkan goncangan mental yang sangat hebat karena tertangkap tangan dalam operasi yang dilakukan KPK pada sebuah rumah terletak di Citra Grand, Blok RC3, No. 2, Cibubur, Jakarta, Kamis (25/9).
Pada Rabu (8/9), saat Annas tiba di KPK untuk menjalani pemeriksaan menggunakan balutan rompi kuning bertuliskan tahanan KPK, wajahnya tampak memerah dan beberapa kali terlihat menutup wajah sebari mengusap air mata.
"Saya sakit, saya sakit, saya sakit. Tunggu, tunggu. Maaf, maaf, saya minta maaf," katanya sebelum meniti anak tangga Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan.
Karena konsisi yang sedang tidak sehat, akhirnya KPK tidak bisa melanjutkan pemeriksaan terhahadap Annas Maamun.
"Saya juga membatasi untuk acara-acara yang bersifat seremonial dan memilih fokus ikuti proses hukum yang dihadapi gubernur dalam beberapa hari terakhir. Tapi urusan kerja kedinasan seperti melihat Gedung Purna MTQ kemarin malam, tetap saya lakukan," ucap Arsyadjuliandi.
KPK telah menetapkan Gubernur Riau Annas Maamun sebagai tersangka dari hasil operasi tangkap tangan yang dilakukan di sebuah rumah yang terletak di Citra Grand, Blok RC3, No. 2, Cibubur, Jakarta, Kamis (25/9).
"Setelah pemeriksaan intensif yang dilakukan KPK, AM (Gubernur Riau) ditetapkan sebagai tersangka," kata Abraham Samad.
Annas diduga menerima suap dari Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Provinsi Riau yang juga merupakan seorang dosen PNS di Fakultas Pertanian Universitas Riau, Gulat Manurung.
Dalam operasi tangkap tangan itu, didapatkan barang bukti berupa uang sebanyak 150.000 dolar Singapura dan Rp500 juta, atau totalnya sekitar Rp2 miliar.
"Pemberian dilakukan GM berkaitan dengan proses alih fungsi hutan. GM mempunyai kebun kelapa sawit seluas 140 hektare yang masuk dalam kawasan hutan tanaman industri, kemudian yang bersangkutan ingin dikeluarkan dan masuk ke dalam APL (area peruntukan lainnya)," ungkapnya.
Kebun kelapa sawit yang dimaksud berada di Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau, dan KPK juga menduga uang itu digunakan sebagai ijon proyek-proyek lain di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau.
"Komisi Pemberantasan Korupsi menyinyalir uang ini sebagai ijon untuk mendapatkan proyek-proyek di Provinsi Riau karena saat penangkapan dan pemeriksaan, kami temukan daftar beberapa proyek yang kelak dilaksanakan di Provinsi Riau," tambah Abraham.
KPK menyangkakan Annas Maamun dengan Pasal 12 Huruf a atau Pasal 12 Huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Bila terbukti melanggar pasal tersebut, dapat dipidana penjara seumur hidup atau penjara minimal empat tahun sampai 20 tahun kurungan penjara serta ditambah denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.
Gulat Manurung sebagai pemberi suap disangkakan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU No. 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 mengenai orang yang memberikan hadiah.
Bila terbukti melanggar pasal tersebut, dapat dipidana penjara minimal satu tahun sampai lima tahun kurungan penjara serta ditambah denda minimal Rp50 juta dan maksimal Rp250 juta.
