Ramallah (ANTARA) - Kementerian Luar Negeri Palestina pada Rabu (22/10) mengecam persetujuan awal Israel atas sebuah rancangan undang-undang (RUU) untuk memperluas kedaulatan atas Tepi Barat yang diduduki, seraya mengatakan Israel tidak memiliki otoritas atas bagian mana pun dari wilayah Palestina.
Dalam sebuah pernyataan, kementerian itu mengatakan bahwa Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, dan Jalur Gaza membentuk sebuah "unit geografis yang tidak terpisahkan dari Negara Palestina" di bawah kedaulatan rakyat Palestina dan kepemimpinan mereka, yang diwakili oleh Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).
Baca juga: Palestina: 90% Aset Pertanian di Gaza Dihancurkan oleh Serangan Israel
Kementerian itu memperingatkan "upaya Israel untuk memaksakan realitas baru di lapangan merupakan "hal yang sia-sia dan tidak sah," serta bersumpah akan menentangnya melalui sarana politik, diplomatik, dan hukum.
Kementerian tersebut juga mendesak negara-negara dan badan internasional untuk menolak "kebijakan sistematis perampasan lahan dan aneksasi" Israel.
Sebelumnya pada Rabu yang sama, parlemen Israel memberikan suara 25 berbanding 24 untuk mendukung sebuah RUU untuk menerapkan hukum dan administrasi Israel ke semua permukiman di Tepi Barat, yang oleh Israel disebut sebagai Yudea dan Samaria. RUU itu, yang diperkenalkan oleh anggota parlemen sayap kanan Avi Maoz dari Partai Noam, kini dilimpahkan kepada Komite Urusan Luar Negeri dan Pertahanan Knesset untuk dibahas lebih lanjut.
Baca juga: PBB Kutuk Serangan Terbaru di Gaza, Desak Semua Pihak Hormati Gencatan Senjata
Channel 12 Israel melaporkan bahwa beberapa anggota koalisi yang berkuasa mendukung RUU yang disponsori oleh oposisi tersebut, meskipun pemimpin Israel Benjamin Netanyahu menyerukan untuk abstain. Hal itu menggarisbawahi perpecahan di dalam pemerintahan terkait kebijakan aneksasi.
Sumber: Xinhua