Gaza Kian Terpuruk: Krisis Kemanusiaan Memburuk Meski Gencatan Senjata Berlaku

id Gaza, Palestina

Gaza Kian Terpuruk: Krisis Kemanusiaan Memburuk Meski Gencatan Senjata Berlaku

Warga Palestina terlihat di antara puing-puing di dalam kamp pengungsi Shati di sebelah barat Kota Gaza, 24 November 2025. (ANTARA/Xinhua/Rizek Abdeljawad)

Gaza (ANTARA) - Jalur Gaza sedang menghadapi krisis kemanusiaan yang semakin memburuk, dengan berbagai rumah sakit dan layanan esensial mengalami kesulitan, meski gencatan senjata antara Israel dan Hamas telah diberlakukan pada 10 Oktober.

Lima puluh hari sejak gencatan senjata diberlakukan, sebagian besar dari 2 juta penduduk Jalur Gaza masih tinggal di tenda dan tempat penampungan sementara, dengan sedikit tanda-tanda adanya perbaikan kondisi hidup. Sistem air dan sanitasi mengalami kerusakan, sampah serta puing-puing bangunan terus menumpuk, dan banyak ruas jalan masih ditutup. Selain itu, rumah sakit juga mengalami kekurangan pasokan medis dasar.

Union of Municipalities di Jalur Gaza pada Minggu (30/11) memperingatkan bahwa krisis bahan bakar yang kian memburuk melumpuhkan layanan-layanan esensial, sementara otoritas Israel terus memblokade pengiriman bahan bakar.

Israel "terus menghalangi masuknya bahan bakar yang dibutuhkan untuk mengoperasikan fasilitas-fasilitas vital", ungkap Alaa al-Din al-Batta, wakil presiden Union of Municipalities tersebut, dalam sebuah konferensi pers di Khan Younis. Dia menyebutkan bahwa pemerintah kota hanya menerima pasokan bahan bakar yang cukup untuk lima hari kerja sejak gencatan senjata berlaku, sehingga menghambat pembersihan jalan, pemindahan puing-puing, serta layanan bagi keluarga-keluarga pengungsi.

Al-Batta mendesak pengiriman generator, sistem tenaga surya, suku cadang, dan peralatan berat secara segera, seraya mengatakan bahwa krisis ini mengancam operasi kemanusiaan sehari-hari.

Berbagai rumah sakit juga kekurangan obat-obatan dan peralatan medis, sehingga membatasi penanganan pasien yang sakit maupun terluka. Bassam Zaqout, direktur bantuan medis di Gaza, mengatakan sistem kesehatan masih beroperasi dengan sumber daya terbatas yang sama seperti saat perang, tanpa adanya rekonstruksi fasilitas yang rusak. Dia menambahkan bahwa pembatasan oleh Israel terhadap delegasi medis semakin memperburuk kelangkaan tenaga medis, obat-obatan, dan peralatan laboratorium.

Otoritas kesehatan memperingatkan bahwa layanan kesehatan spesialis mata terancam berhenti akibat kerusakan pada peralatan diagnosis dan bedah, keterbatasan obat-obatan, serta penundaan yang lama bagi para pasien. Otoritas kesehatan menyatakan sebanyak 4.000 pasien glaukoma berisiko kehilangan penglihatan tanpa pasokan darurat.

Krisis kemanusiaan terus berlanjut bersamaan dengan kekerasan yang kembali meningkat. Sumber-sumber keamanan Palestina melaporkan bahwa pasukan Israel melancarkan serangan artileri dan penembakan senjata api berat pada Minggu pagi waktu setempat di sebelah timur kamp pengungsi Bureij di Gaza tengah, melancarkan enam serangan udara di Rafah timur di Jalur Gaza selatan, serta menembakkan artileri ke sebuah rumah di Bani Suheila di dekat Khan Younis. Tidak ada korban jiwa yang dilaporkan dalam serangan terhadap rumah itu.

Pejabat kesehatan mengatakan sedikitnya tiga orang tewas dalam 24 jam terakhir, sehingga total korban tewas sejak 10 Oktober menjadi 357 orang, dengan 908 lainnya luka-luka. Sejak 7 Oktober 2023, otoritas kesehatan melaporkan 70.103 orang tewas dan 170.985 lainnya luka-luka.

Kantor media pemerintah kelolaan Hamas menuduh Israel melakukan 591 pelanggaran gencatan senjata, termasuk melancarkan serangan artileri, penembakan, dan perusakan infrastruktur. Mereka menyebut tindakan tersebut sebagai "pelanggaran terang-terangan terhadap hukum humaniter internasional" dan mendesak Amerika Serikat (AS), para mediator, serta Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk campur tangan.

Otoritas Pertahanan Sipil Gaza menyebutkan bahwa sekitar 10.000 jenazah masih terkubur di bawah rumah-rumah yang hancur, meski jumlah pastinya tidak diketahui secara pasti karena kondisi kerja yang sulit. Mahmoud Basal, juru bicara otoritas tersebut, mengatakan bahwa hingga saat ini hanya satu ekskavator yang masuk ke Gaza, jumlah yang terlalu minim untuk mengevakuasi jasad para korban yang tewas.

"Setiap hari, kami menerima banyak permintaan dari keluarga-keluarga yang meminta kami mengevakuasi jenazah anggota keluarga mereka," ujar Basal, seraya mendesak agar peralatan berat tambahan dapat masuk secepat mungkin dan seaman mungkin.

Pewarta :
Editor: Vienty Kumala
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.