Aspek Perpajakan Aset Kripto

id DJP Riau

Aspek Perpajakan Aset Kripto

Armiaty Luckyta, Penyuluh Pajak Ahli Muda Kanwil DJP Riau (ANTARA/HO-DJP Riau)

Pekanbaru (ANTARA) - Aset Kripto adalah aset digital yang menggunakan kriptografi (metode pengamanan data), jaringan peer-to-peer, dan buku besar publik untuk membuat, memverifikasi, dan mencatat transaksi.

Definisi aset kripto menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50 Tahun 2025 adalah representasi digital dari nilai yang dapat disimpan dan ditransfer menggunakan teknologi yang memungkinkan penggunaan buku besar terdistribusi seperti blockchain untuk memverifikasi transaksinya dan memastikan keamanan dan validitas informasi yang tersimpan, tidak dijamin oleh otoritas pusat seperti bank sentral tetapi diterbitkan oleh pihak swasta, dapat ditransaksikan, disimpan, dan dipindahkan atau dialihkan secara elektronik, dan dapat berupa koin digital, token, atau representasi aset lainnya yang mencakup aset kripto terdukung (backed crypto-asset) dan aset kripto tidak terdukung (unbacked crypto-asset).

Kripto tidak dicetak seperti uang konvensional dan tidak dikontrol oleh lembaga keuangan manapun, melainkan beroperasi secara terdesentralisasi secara virtual di internet. Kripto bukan mata uang tetapi merupakan barang berupa hak dan kepentingan lainnya yang berbentuk digital.

Karakteristik utama aset kripto:

Tidak berbentuk fisik, hanya eksis dalam bentuk digital.

Bisa diperjualbelikan, ditukar, atau disimpan sebagai investasi.

Fluktuatif karena nilainya bergantung pada pasar global.

Transaksi dilakukan melalui sistempeer-to-peertanpa perantara.

Menambang aset kripto dilakukan dengan cara menggunakan komputer yang terkoneksi internet. Penambangancryptomenggunakan perangkat komputer khusus untuk memecahkan algoritma atau hitungan matematika dari transaksi mata uang kripto yang dilakukan oleh para penambang (miner).

Komputer atau PC yang digunakan untuk menambangcryptocurrencyjuga harus mumpuni, mengingat ada banyak penambang lain yang juga sedang mengais aset kripto.

Selain harus menyediakan perangkat mesin penambangcryptoatau mesin mining bitcoin, penambang mata uang kripto juga harus memilikisoftwareuntuk menambangnya. Penambangcryptojuga wajib memiliki dompet mata uang kripto tersebut untuk menempatkan hasil penambangan mata uang kriptonya.

Sebagai penambang, juga perlu mencari sumber penambangancryptotersebut dan bisa bekerja sama dengan penambangcryptoatau penambang bitcoin lainnya untuk memudahkan proses pemecahan algoritma dan berhasil menambangcrypto.

Contoh jenis-jeniscryptocurrencyatau jenis mata uang kripto yang cukup populer dan memiliki kapitalisasi pasar besar, seperti Bitcoin, Ethereum, Cardano, Polkadot, Tether, Binance Coin, XRP, Shibu Inu, Degocoin, Solana, dan USD Coin.

Perlakuan Aset Kripto di Indonesia

Di Indonesia, mata uang kripto bukan merupakan alat pembayaran yang sah. Hal ini sesuai dengan ketentuan penggunaan mata uang di Indonesia yang termaktub dalamUndang-Undang No. 7 Tahun 2011tentang Mata Uang.

Dalam UU Mata Uang ini jelas ditegaskan bahwa alat pembayaran yang sah di Indonesia adalah rupiah, mata uang yang dikeluarkan oleh negara Indonesia. Namuncryptocurrencydiakui sebagai komoditas, artinya uang digital ataucryptocurrencydijadikan sebagai aset investasi saja.

Aspek Perpajakan Aset Kripto

Peraturan pajak yang mengatur tentang aset kripto adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50 Tahun 2025 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan Atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto. Atas penyerahan aset kripto yang dipersamakan dengan surat berharga tidak dikenai PPN. Atas penyerahan jasa kena pajak berupa jasa penyediaan sarana elektronik yang digunakan untuk memfasilitasi transaksi perdagangan aset kripto oleh Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) dan penyerahan jasa kena pajak berupa jasa verifikasi transaksi aset kripto oleh penambang aset kripto dikenai PPN.

Jasa penyediaan sarana elektronik yang digunakan untuk memfasilitasi transaksi aset kripto dapat berupa kegiatan pelayanan jual beli aset kripto menggunakan mata uang fiat, tukar menukar aset kripto dengan aset kripto lainnya (swap) dan/atau dompet elektronik (e-wallet) meliputi deposit, penarikan dana (withdrawal), pemindahan (transfer) aset kripto ke akun pihak lain, dan penyediaan dan/atau pengelolaan media penyimpanan aset kripto.

PPN yang terutang atas penyerahan jasa penyediaan sarana elektronik sebagaimana dimaksud di atas wajib dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh PPMSE yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan dihitung dengan menggunakan tarif 12% dengan Dasar Pengenaan Pajak berupa nilai lain yang dihitung sebesar 11/12 dari penggantian yaitu sebesar komisi atau imbalan dengan nama dan dalam bentuk apa pun.

PPN yang terutang atas penyerahan jasa verifikasi transaksi aset kripto oleh penambang aset kripto dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh penambang aset kripto yang telah dikukuhkan sebagai PKP dan dihitung dengan menggunakan besaran tertentu yang ditetapkan sebesar 20% dikalikan 11/12 dari tarif PPN yatu 12% dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak berupa penggantian yaitu uang atas aset kripto yang diterima oleh penambang aset kripto, termasuk aset kripto yang diterima dari sistem aset kripto (block reward).

Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh penjual aset kripto, PPMSE atau penambang aset kripto dikenai Pajak Penghasilan (PPh). PPh atas penghasilan yang diterima oleh penjual aset kripto adalah sebesar 0,21% dari nilai transaksi aset kripto dan bersifat final serta dipungut dan dilaporkan oleh PPMSE yaitu Pedagang Aset Keuangan Digital. Pihak yang dikecualikan dari PPMSE yang wajib memungut PPh Pasal 22 yaitu PPMSE yang hanya memberikan layanan dompet elektronik (e-wallet), hanya mempertemukan penjual dan pembeli aset kripto dan tidak memfasilitasi transaksi perdagangan aset kripto.

Pengecualian pengenaan PPh Pasal 22 dalam hal penjual aset kripto yaitu apabila penjual aset kripto merupakan wajib pajak luar negeri yang berkedudukan di negara-negara yang telah mempunyai Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan Indonesia, yang hak pemajakan atas penghasilan terkait penjualan aset kripto tidak berada di Indonesia dan menyerahkan surat keterangan domisili wajib pajak luar negeri negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan kepada PPMSE.

Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh penjual aset kripto yang dilakukan melalui sarana elektronik yang disediakan oleh PPMSE dikenai PPh Pasal 22 dengan tarif sebesar 1% dari nilai transaksi aset kripto dan bersifat final.

Kesimpulan

Dengan mengetahui peraturan mengenai aspek perpajakan tentang aspek kripto yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50 Tahun 2025 diharapkan para pelaku usaha yang terlibat dalam transaksi aset kripto dapat menjalankan kewajibannya dengan sebaik-baiknya untuk mengoptimalkan penerimaan negara dan memberikan kepastian hukum serta menyederhanakan administrasi pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak atas transaksi aset kripto.

*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Pewarta :
Editor: Vienty Kumala
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.