Beli Aset Bekas Agunan Bank Dikenakan PPN?

id DJP Riau

Beli Aset Bekas Agunan Bank Dikenakan PPN?

Adhitia, Penyuluh Pajak Ahli Muda Kanwil DJP Riau (ANTARA/HO-DJP Riau)

Pekanbaru (ANTARA) - Ketika suatu pihak mengajukan pinjaman kepada lembaga keuangan seperti bank atau lembaga keuangan lain, lazimnya pihak peminjam (debitur) akan meyerahkan aset kepada bank atau lembaga keuangan lain (kreditur) sebagai jaminan dalam pengajuan pinjaman, aset tersebut dinamakan barang agunan.

Bila pihak debitur gagal mengembalikan atau melunasi pinjaman yang dimaksud, maka pihak kreditur berhak mengambil alih dan menjual agunan tersebut untuk menutupi kewajiban yang belum dibayar.

Penjualan aset agunan yang telah diambil alih oleh kreditur dapat dilakukan melalui lelang umum (melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang/KPKNL) atau melalui penjualan secara langsung kepada pembeli yang berminat.

Masyarakat tertarik untuk membeli agunan yang telah diambil alih oleh kreditur bank atau lembaga keuangan lain karena beberapa alasan, yang pertama harga aset agunan yang diambil alih kreditur biasanya relatif lebih murah dari harga pasaran pada umumnya.

Hal ini disebabkan karena pihak kreditur ingin agar aset tersebut cepat terjual sehingga dapat menutupi dana pinjaman yang gagal dibayar. Alasan berikutnya adalah karena adanya kepastian legalitas dari aset tersebut.

Aset agunan yang diambil alih kreditur sudah melalui proses hukum dan memiliki dokumen yang lengkap, tentu saja hal ini memberikan rasa aman bagi pembeli dibandingkan dengan membeli aset dari pihak yang tidak jelas status hukumnya.

Kondisi fisik dari aset agunan yang telah diambil alih kreditur juga biasanya dalam keadaaan yang baik, karena sebelumnya digunakan oleh debitur sebagai jaminan dan sudah melalui penilaian oleh analis kredit pada bank atau lembaga keuangan lainnya sebagai kreditur.

Yang terakhir, biasanya pihak bank atau lembaga keuangan lain memberikan diskon khusus untuk penjualan aset agunan yang diambil alih serta kemudahan dalam pembayaran.

Sejak berlakunya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 41 Tahun 2023 pada tanggal 13 April 2023, menegaskan bahwa penyerahan agunan oleh kreditur kepada pembeli agunan termasuk dalam pengertian penyerahan hak atas barang kena pajak yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Hadirnya PMK ini merupakan amanat dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 2022 yang memberikan kepastian hukum pengenaan PPN atas penyerahan agunan yang diambil alih oleh kreditur kepada pembeli.

Dalam PMK-41 Tahun 2023, disebutkan bahwa pihak kreditur diwajibkan melakukan pemungutan PPN kepada pihak pembeli aset yang diambil alih dengan besaran tertentu sebesar 1,1% dari harga jual agunan.

Pihak kreditur sebagai pengusaha kena pajak (PKP) wajib membuat faktur pajak atas penyerahan agunan kepada pembeli, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, namun pemerintah memberikan kemudahan dengan memperbolehkan penggunaan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak, seperti surat tagihan atau dokumen sejenis lainnya.

Meskipun pembuatan faktur dipermudah, namun dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak juga ditentukan paling sedikit memuat informasi mengenai, nomor dan tanggal dokumen, nama dan nomor pokok wajib pajak kreditur, nama dan nomor pokok wajib pajak atau nomor induk kependudukan debitur, nama dan nomor pokok wajib pajak atau nomor induk kependudukan pembeli agunan, uraian barang kena pajak, dasar pengenaan pajak, dan jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut.

Pajak masukan atas perolehan barang kena pajak (BKP) atau jasa kena pajak (JKP) sehubungan dengan penyerahan agunan, tidak dapat dikreditkan oleh kreditur bank atau lembaga keuangan lainnya, namun bagi pihak pembeli yang memiliki status PKP tetap dapat mengkreditkan PPN yang tercantum dalam faktur pajak atau dokumen tertentu yang dipersamakan dengan faktur pajak atas pembelian aset ini.

Setelah PKP kreditur baik bank atau lembaga keuangan lain melakukan pemungutan PPN dan membuat faktur pajak, kewajiban selanjutnya adalah dengan menyetorkan PPN yang telah dipungut dengan mekanisme sesuai dengan ketentuan pajak yang berlaku.

Mulai tanggal 1 Januari 2025, administrasi pembuatan faktur, pelaporan dan penyetoran PPN sudah harus menggunakan Sistem Inti Administrasi Perpajakan atau yang biasa kita kenal dengan coretax.

Hadirnya PMK Nomor 41 tahun 2023 ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dalam transaksi penjualan aset agunan yang telah diambil alih kreditur serta tidak menimbulkan beban pajak baru baik kepada kreditur maupun kepada debitur.

Bagi kreditur, diberikan banyak kemudahan dalam administrasi pemungutan PPN penjualan aset yang diambil alih kepada pembeli, selain itu saat terutangnya adalah pada saat pembayaran diterima oleh kreditur sehingga hal itu tidak akan membebani cash flow bank atau lembaga keuangan tersebut.

Begitupun bagi pihak debitur yang posisinya gagal melakukan pelunasan atau pembayaran pinjaman, tidak diberikan beban baru berupa pemungutan PPN saat menyerahkan aset agunan kepada kreditur bank atau lembaga keuangan lainnya.

**)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Pewarta :
Editor: Vienty Kumala
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.