Washington (ANTARA) - Bayang-bayang perlombaan senjata nuklir tiga arah yang tak terkendali antara Amerika Serikat, Rusia, dan China semakin nyata di tengah mandeknya proses perlucutan senjata global. Direktur Eksekutif Asosiasi Pengendalian Senjata, Daryl Kimball, memperingatkan bahwa dunia tengah menuju era baru yang penuh ketegangan dan risiko nuklir.
“Proses perlucutan senjata antara dua kekuatan utama, AS dan Rusia, telah terhenti. Kini, China masuk ke dalam arena, memicu perlombaan senjata tiga arah yang berbahaya,” ujar Kimball dalam acara “Dari Trinitas hingga Kini: Senjata Nuklir dan Jalan ke Depan,” Kamis.
Baca juga: Perkuat Aliansi, Menlu China dan Rusia Bahas Masa Depan Nuklir Iran
Acara tersebut menyoroti lonjakan ancaman akibat meningkatnya konflik geopolitik dan pengembangan senjata nuklir di berbagai belahan dunia.
Kimball juga menyoroti kegagalan lima negara nuklir yang diakui dalam Perjanjian Non-Proliferasi Senjata Nuklir (NPT) — AS, Rusia, China, Inggris, dan Prancis — dalam menjalankan komitmen terhadap perlucutan dan pengurangan risiko nuklir secara diplomatik selama lebih dari satu dekade.
“Dunia kembali berada di ujung tanduk. Risiko penggunaan senjata nuklir, baik di Asia Selatan, Eropa, Asia Timur, hingga Semenanjung Korea, kian tinggi,” tegasnya.
Baca juga: China Bantah Terlibat Perlombaan Senjata Nuklir, Meski Hulu Ledak Bertambah Cepat
NPT, yang mulai berlaku sejak 1970, menetapkan bahwa hanya lima negara yang berhak memiliki senjata nuklir dan melarang negara lain untuk mengembangkan atau menerima teknologi senjata nuklir. Namun, komitmen tersebut kini semakin dipertanyakan seiring merosotnya kepercayaan global terhadap proses kontrol senjata.