AS Perketat Tekanan ke Iran Lewat Sanksi Baru di Sektor Minyak

id Sanksi AS, Iran, Trump

AS Perketat Tekanan ke Iran Lewat Sanksi Baru di Sektor Minyak

Ilustrasi Selat Hormuz. (ANTARA/Anadolu/py)

Washington (ANTARA) - Pemerintahan Trump kembali meningkatkan tekanan terhadap Iran dengan menjatuhkan sanksi baru yang menargetkan perdagangan minyak dan jaringan keuangan yang diduga mendanai kelompok ekstremis.

Departemen Keuangan AS menyatakan sanksi tersebut menyasar jaringan internasional yang dituduh membeli dan mengangkut minyak Iran senilai miliaran dolar. Beberapa entitas disebut menguntungkan Korps Garda Revolusi Islam (IRGC-QF) serta lembaga keuangan yang berafiliasi dengan Hizbullah, seperti Al-Qard al-Hassan (AQAH).

“Mereka punya pilihan untuk damai, tapi para pemimpin Iran memilih ekstremisme,” tegas Menteri Keuangan AS Scott Bessent di platform X.

Baca juga: Teheran Tak Bergegas, Perundingan Nuklir dengan AS Butuh Waktu

Salah satu nama besar yang ikut dijatuhi sanksi adalah pengusaha Irak-Inggris, Salim Ahmed Said. Ia diduga memimpin jaringan penyelundupan yang mencampur minyak Iran dan Irak untuk menyiasati larangan perdagangan.

Departemen Luar Negeri AS juga menjatuhkan sanksi terhadap tujuh pejabat senior AQAH yang disebut memfasilitasi transaksi jutaan dolar lewat rekening "bayangan". Juru bicara Departemen Luar Negeri, Tammy Bruce, menyebut langkah ini sebagai bagian dari strategi membongkar jalur dana Hizbullah.

Baca juga: Iran Bantah Dalih AS soal Serangan ke Fasilitas Nuklir

Sebagai bagian dari upaya tersebut, program Rewards for Justice menawarkan imbalan hingga 10 juta dolar AS bagi informasi yang mengarah pada gangguan jaringan keuangan kelompok itu.

Langkah terbaru Washington ini terjadi tak lama setelah eskalasi militer selama 12 hari antara Israel dan Iran yang berakhir dengan gencatan senjata pada 24 Juni lalu, usai serangkaian serangan udara, rudal, dan drone yang juga melibatkan AS.

Pewarta :
Editor: Vienty Kumala
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.