Mantan Dubes Palestina Desak Dunia Hukum Israel dengan Sanksi Tegas

id Palestina, Gaza

Mantan Dubes Palestina Desak Dunia Hukum Israel dengan Sanksi Tegas

Ilustrasi - Pasukan Israel menggempur menara hunian dan blok apartemen dengan menggunakan artileri, serangan drone, serta robot yang dipasangi bom. (ANTARA/Anadolu/py/pri.)

Saint Petersburg (ANTARA) - Mantan Duta Besar Palestina untuk Afrika Selatan dan Prancis, Salman El Herfi, Kamis (25/9) menyerukan tindakan internasional terhadap Israel.

Dalam wawancara dengan RIA Novosti, ia mendesak negara-negara yang telah mengakui Palestina agar menjatuhkan sanksi terhadap Israel.

Baca juga: Palestina: Serangan Israel di Gaza Tergolong Paling Mengerikan

“Kami sekarang adalah sebuah negara yang diduduki negara lain. Dewan Keamanan PBB harus mengambil langkah terhadap pihak pendudukan. Negara-negara yang mengakui Palestina harus menjatuhkan sanksi kepada Israel, yang melakukan genosida terhadap rakyat Palestina - sebuah kejahatan terhadap kemanusiaan dan pelanggaran hukum internasional,” ujar El Herfi.

Pernyataan itu disampaikan seiring berlangsungnya pertemuan puncak di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB di New York, Senin, yang digelar oleh Prancis dan Arab Saudi. Pertemuan tersebut menyoroti urgensi komitmen baru terhadap solusi dua negara di tengah meningkatnya kekerasan dan krisis kemanusiaan di Jalur Gaza.

Dalam konferensi itu, Prancis, Andorra, Belgia, Luksemburg, Malta, dan San Marino mengakui Negara Palestina, menyusul langkah serupa yang diambil Australia, Inggris, Kanada, dan Portugal pada 21 September. Dengan demikian, jumlah negara yang mengakui Palestina per 21 September 2025 mencapai 147.

El Herfi menilai pengakuan terbaru tersebut memiliki arti historis, terutama setelah Inggris mengubah sikapnya. “Sangat penting bahwa Inggris memperbaiki keputusan historis mereka terkait pembentukan Israel. Kini mereka mengakui hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri dan kenegaraan kami,” katanya.

Ia menegaskan bahwa seruan untuk pengakuan dan aksi nyata semakin menggema di kalangan masyarakat Palestina, yang memandang pertemuan ini sebagai momen penting di tengah operasi militer Israel yang masih berlangsung di Gaza City serta ekspansi pesat permukiman Israel di Tepi Barat.

Menjelang pertemuan itu, pemimpin otoritas Israel Benjamin Netanyahu menegaskan kembali sikap pemerintahnya. “Negara Palestina tidak akan berdiri di sebelah barat Sungai Yordan,” ujarnya, Minggu.

Sebelumnya, pada 16 September, militer Israel mengumumkan telah mulai bergerak masuk ke Kota Gaza untuk membersihkan wilayah itu dari pejuang Hamas dan kelompok sekutu, serta membebaskan sandera Israel.

Serangan itu merupakan kelanjutan dari eskalasi konflik sejak 7 Oktober 2023, ketika Israel menghadapi serangan roket besar-besaran dari Jalur Gaza.

Setelah itu, militan Hamas menembus perbatasan, menembaki militer dan warga sipil, serta menyandera lebih dari 200 orang. Menurut otoritas Israel, sekitar 1.200 orang tewas dalam serangan tersebut.

Sebagai balasan, Israel meluncurkan Operasi Iron Swords dan memberlakukan blokade total terhadap Jalur Gaza, menghentikan pasokan air, listrik, bahan bakar, makanan, dan obat-obatan.

Baca juga: Urusan Kemanusiaan PBB Soroti Anak Gaza

Menurut data terbaru dari Kementerian Kesehatan Gaza, lebih dari 65.400 warga Palestina tewas dan lebih dari 167.100 orang terluka akibat agresi Israel sejak Oktober 2023.

Pada 22 Agustus, Program Pangan Dunia (WFP) PBB juga memastikan tingkat kelaparan yang mencapai level bencana di Jalur Gaza, pertama kalinya sejak konflik dimulai.

Sumber: Sputnik-OANA

Pewarta :
Editor: Vienty Kumala
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.