Pekanbaru (ANTARA) - Di Wilayah Kerja Rokan, lokasi strategis yang turut menopang seperempat produksi minyak nasional, tantangan operasional migas tidak hanya soal pengeboran, tetapi juga menjaga kedaulatan aset negara. Persoalan lahan dan pengamanan Barang Milik Negara (BMN) hulu migas telah lama menjadi isu krusial yang menentukan kelancaran operasi dan ketahanan energi.
Menyikapi hal ini, PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) Zona Rokan telah menunjukkan keseriusan dengan melaksanakan Focus Group Discussion/FGD bertema Peran Satgas Migas dalam Menjaga Ketahanan Energi Nasional di Duri, Rabu 5 November 2025.
Melalui kolaborasi dengan SKK Migas dan lintas stakeholder, serta aksi tegas Satuan Tugas (Satgas) BMN Migas ini, PHR menegaskan komitmennya untuk mengamankan aset negara yang tersebar di wilayah operasi seluas ribuan kilometer persegi.
GM Zona Rokan, Andre Wijanarko menyatakan bahwa aset BMN Hulu Migas adalah fondasi utama operasi. “Kita ingin mewujudkan swasembada energi sesuai asta cita Presiden RI, di mana Blok Rokan menjadi salah satu produksi yang terbesar di Indonesia. Rokan secara masif mensupport produksi signifikan untuk ketahanan energi," ujar Andre.
Aktivitas pengeboran yang masif, dengan target mencapai 500-an sumur per tahun, menjadi ujung tombak dalam menjaga dan meningkatkan produksi. Namun, Andre mengakui bahwa tantangan operasional tidak bisa dihadapi sendiri.
"Kami dari KKKS tidak bisa berdiri sendiri. Kami bergandengan tangan dengan SKK Migas sebagai regulator, dan yang tak kalah penting, peran aktif dari seluruh stakeholders termasuk Pemprov, Pemkab, TNI-Polri dan seluruh elemen masyarakat," tambahnya.
Selama ini, PHR telah berhadapan dengan berbagai isu lahan, mulai dari tumpang tindih kepemilikan, perambahan lahan, hingga aktivitas tak berizin di area operasi. Inilah yang melatari keseriusan dalam menuntaskannya, dengan berkolaborasi bersama Satgas BMN dalam menegakkan hukum dan membangun kesadaran hukum di tengah masyarakat.
Kepala Perwakilan SKK Migas Sumbagut, CW Wicaksono, menyoroti betapa krusialnya peran PHR Zona Rokan, dimana produksi PHR menyumbang sekitar 30 persen dari produksi minyak nasional.
“Dari target 900-an sumur yang dibor di Sumbagut, hampir 600 di antaranya berada di Rokan. Betapa pentingnya peran PHR untuk migas nasional," tegas Wicaksono.
Dijelaskannya, bahwa inisiatif pembentukan Satgas BMN ini muncul sebagai jawaban atas kompleksitas di lapangan, khususnya terkait isu non-teknis. SKK Migas memuji dukungan serius Pemprov Riau dan jajaran dalam mendukung hal teknis terkait perizinan-perizinan, yang termasuk menjadi yang tercepat di Indonesia.
Sekda Provinsi Riau sekaligus Kepala Satgas BMN Migas, Dr. Syahrial Abdi AP M.Si, mengucapkan apresiasi atas langkah nyata SKK Migas dan PHR. Ia menegaskan bahwa pertemuan ini adalah awal dari progres tindak lanjut ke depan.
Fokus utama Satgas adalah menyelesaikan isu pertanahan, khususnya di Duri Field, yang menjadi salah satu faktor penghambat operasi migas. "Sektor migas harus didukung dengan maksimal. Persoalan di Duri menjadi masalah serius, yang harus diselesaikan bersama,” kata Syahrial.
Ia menegaskan, permasalahan serius seperti tumpang tindih lahan, jual beli ilegal, hingga perambahan dan pembukaan lahan secara ilegal harus segera dibereskan dengan kolaborasi yang erat.
Oleh karena itu, kata Syahrial, Pemerintah Provinsi Riau melalui Satgas Migas akan mengambil langkah konkret, yakni pertama; penegasan fungsi satgas di lapangan yang akan menjadi clearing house penyelesaian setiap kasus lahan migas, menghubungkan SKK Migas, PHR, BPN, Pemkab, dan APH untuk menyepakati satu peta masalah dan langkah penyelesaiannya. Tidak boleh ada lagi tumpang tindih informasi atau klaim sektoral.
Kedua; dukungan penuh Forkopimda, pihaknya telah berkoordinasi dengan Polda Riau, Kejati, dan Kodam XIX/Tuanku Tambusai. Semua pihak siap memberi dukungan pengamanan dan penegakan hukum agar area operasi migas bebas dari gangguan, penyerobotan, dan praktik jual-beli lahan di area BMN.
Ketiga: instruksi sinkronisasi data pertanahan dengan meminta BPN Provinsi dan Kabupaten Bengkalis untuk mempercepat verifikasi seluruh sertifikat, SKGR, dan SKT di wilayah operasi Duri Field. Setiap penerbitan dokumen baru di area BMN harus mendapat klarifikasi Satgas terlebih dahulu.
Keempat; kata Syahrial, yakni pendekatan sosial dan mediasi adat untuk klaim tanah adat dan masyarakat tempatan, pendekatan hukum harus diimbangi dengan mediasi sosial. Kami akan melibatkan tokoh adat dan camat setempat untuk menjadi bagian dari solusi agar tidak menimbulkan konflik horizontal.
Dan kelima; mekanisme penanganan cepat. Satgas akan membentuk Tim Lapangan Khusus yang bisa bergerak cepat ketika ada potensi penghambatan operasi akibat klaim lahan. Tim ini beranggotakan unsur SKK Migas, PHR, BPN, Pemda, dan aparat keamanan.
“Mari kita jadikan FGD ini ruang koordinasi yang menghasilkan keputusan operasional, bukan sekadar catatan rapat. Kami berharap, dari forum ini keluar peta jalan penyelesaian lahan Duri Field dengan penanggung jawab dan target waktu yang jelas,” tegas Syahrial.
Ia berharap forum ini menghasilkan keputusan yang operasional dan dapat ditindaklanjuti, memperkuat Riau sebagai pilar penting dalam mewujudkan dua isu nasional: Kedaulatan Pangan dan Kedaulatan Energi. “Mari bersama dan berkomitmen penuh agar operasi migas ini andal, efisien, dan menjadi pilar ketahanan energi nasional,” tambahnya.
Usai FGD, Satgas Migas bersama Kejaksaan Tinggi Riau, TNI-Polri, DJKN Kementerian Keuangan, BPN dan stakeholders lainnya juga mengecek langsung lokasi-lokasi perambahan lahan di Duri Field tersebut. Banyak aktivitas ilegal dan perambahan yang ditemukan di aset BMN Hulu Migas tersebut.*
