Pertumbuhan Ekonomi Riau Melemah Akibat Resesi Global
Pekanbaru, (Antarariau.com) - Bank Indonesia akan merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau karena diprediksi akan lebih rendah dari sebelumnya akibat pengaruh resesi global mulai triwulan II-2014.
"Kami memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan lebih rendah dari proyeksi yang sudah ada, sehingga akan direvisi dan sekarang sedang dikoreksi," kata Deputi Pemimpin Bank Indonesia Perwakilan Riau, Abdul Majid Ikram, di Pekanbaru, Minggu.
Sebelumnya, bank sentral merasa percaya diri bahwa perkembangan ekonomi Provinsi Riau pada triwulan II-2014 akan lebih stabil dibandingkan triwulan I, yang tumbuh 4,34 persen dengan memasukan unsur minyak dan gas (migas).
BI menetapkan angka proyeksi pertumbuhan ekonomi Riau diperkirakan secara tahunan berada pada kisaran 3,71-4,71 persen pada triwulan II.
Sedangkan, dengan mengeluarkan unsur migas, pertumbuhan ekonomi diperkirakan juga relatif stabil, yakni berada pada kisaran 6,47-7,48 persen (yoy).
"Namun, kami perkirakan sekarang akan lebih rendah daripada proyeksi itu baik pertumbuhan dengan migas, maupun tanpa migas," ujarnya.
Menurut dia, kondisi ekonomi secara jangka pendek tertolong karena penyelenggaraan pemungutan suara Pemilu Presiden pada 9 Juli lalu berjalan kondusif. Hal itu terlihat dari respon investor yang membuat kenaikan indeks pada pasar modal, dan secara finansial nilai tukar rupiah sedikit membaik.
"Namun, BI tetap melihat kondisi dari sisi lain, akibat kondisi global yang belum membaik. Kita masih menunggu respon pemerintah Amerika Serikat apakah mereka akan memperlongar moneter, setelah pertumbuhan ekonomi Tiongkok ternyata juga turun," katanya.
Menurut dia, pemerintah dan BI mulai mempersiapkan diri terhadap resesi global yang akan berimbas pada perdagangan dalam negeri dan pertumbuhan ekonomi domestik. Ia menilai Provinsi Riau akan terkena dampak cukup besar dari resesi global karena permintaan pasar dunia terhadap komoditas andalan seperti minyak mentah, karet dan minyak sawit mentah (CPO) akan makin sulit.
Sedangkan, sampai kini Riau masih sangat bergantung banyak pada ekspor bahan baku mentah dan daya saingnya juga masih rendah.
"Kesulitannya di Riau, khusus untuk CPO, dilihat dari harga bukan produktivitas dan nilai lebihnya. Mohon maaf, bahkan CPO Riau kalah saing dari Malaysia karena mengandalkan harga murah bukan produktivitasnya," katanya.
Ia mengatakan, resesi global akan menjadi tantangan bagi pemerintah dan dunia usaha agar tidak bergantung pada unsur harga komoditas dalam perdagangan internasional.
"Meski begitu, kami senang mulai ada para pengusahanya sudah bisa mencari alternatif produk, menggarap sektor hilir sehingga produk ada nilai tambahnya seperti memproduksi biodiesel dari produk turunan CPO," katanya.