Jubir: PBB menentang segala bentuk pelanggaran terhadap integritas wilayah Suriah

id Berita hari ini, berita riau terbaru, berita riau antara, Suriah

Jubir: PBB menentang segala bentuk pelanggaran terhadap integritas wilayah Suriah

PBB pada Selasa (10/12/2024) menyoroti perjanjian pemisahan pasukan di tengah serangan Israel terhadap Suriah, sekaligus mengecam segala bentuk pelanggaran terhadap integritas wilayah Suriah. (ANTARA/Anadolu/py)

Hamilton, Kanada (ANTARA) - PBB pada Selasa (10/12) menyoroti perjanjian pemisahan pasukan di tengah serangan Israel terhadap Suriah, sekaligus mengecam segala bentuk pelanggaran terhadap integritas wilayah Suriah.

“Sudah sangat jelas bahwa kami menentang pelanggaran apa pun terhadap integritas wilayah Suriah. Kami menentang serangan-serangan semacam ini,” ujar juru bicara Stephane Dujarric dalam konferensi pers.

Menggambarkan runtuhnya rezim Assad yang telah berkuasa lebih dari 60 tahun sebagai "titik balik bagi Suriah," Dujarric menambahkan, “Situasi ini seharusnya tidak dimanfaatkan oleh negara-negara tetangga untuk menyerobot wilayah Suriah".

"Sebaliknya, ini seharusnya menjadi kesempatan bagi semua pihak di kawasan dan di luar kawasan untuk mendukung rakyat Suriah.”

Ia menyerukan transisi yang dipimpin oleh Suriah sendiri, yang bersifat inklusif, dan memastikan semua minoritas di Suriah merasa aman serta menjadi bagian dari bangsa Suriah.

Pernyataan Israel tentang Dataran Tinggi Golan

Menanggapi pernyataan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang mengklaim bahwa “Dataran Tinggi Golan akan selamanya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari Negara Israel,” Dujarric menegaskan bahwa PBB menganggap “Dataran Tinggi Golan sebagai wilayah pendudukan.”

“Kami sudah sangat jelas soal pelanggaran perjanjian pemisahan pasukan (1974) setelah pendudukan zona penyangga oleh IDF (militer Israel),” tambahnya.

Perjanjian Pemisahan Pasukan 1974 antara Israel dan Suriah menetapkan batas-batas zona penyangga dan wilayah demiliterisasi.

Israel merebut sebagian besar wilayah Dataran Tinggi Golan selama perang Timur Tengah pada tahun 1967 dan kemudian mencaplok wilayah tersebut, meskipun langkah ini tidak pernah diakui oleh komunitas internasional.

Pada Minggu (8/12), militer Israel memberlakukan "zona militer tertutup" di Dataran Tinggi Golan yang diduduki, menyusul kejatuhan rezim Assad secara mendadak.

Ketika ditanya apakah Israel akan mematuhi peringatan PBB dan perjanjian pemisahan, Dujarric mengatakan kepada Anadolu bahwa PBB tidak dapat “memprediksi masa depan” tetapi dapat “mengimbau semua pihak untuk memastikan keamanan dan stabilitas Suriah, menghormati hukum internasional, serta menjaga integritas wilayah Suriah.”

Menggambarkan hubungan Israel dengan PBB sebagai “rumit,” Dujarric mengatakan bahwa saluran komunikasi politik, kemanusiaan, dan penjaga perdamaian PBB “tetap terbuka” dengan Israel.

Kelompok Anti-Rezim dan Resolusi Dewan Keamanan PBB

Menanggapi pertanyaan tentang Hayat Tahrir al-Sham (HTS), kelompok anti-rezim di Suriah yang kemungkinan dikeluarkan dari daftar teroris, Dujarric menjelaskan bahwa proses tersebut akan dilakukan melalui ombudsman Dewan Keamanan.

Ia juga menyebut Resolusi Dewan Keamanan PBB 2254 yang masih relevan.

Resolusi 2254, yang diadopsi pada 2015, menyerukan proses politik yang dipimpin Suriah dengan fasilitasi PBB untuk membentuk pemerintahan yang kredibel, inklusif, dan non-sektarian, serta menetapkan kerangka waktu dan proses untuk penyusunan konstitusi baru.

Meski banyak perubahan sejak resolusi itu diadopsi, Dujarric menegaskan komitmen PBB untuk “membantu rakyat Suriah.”

“Kami semua masih mencari kejelasan lebih lanjut,” tambahnya.

Senjata Kimia dan Hak Asasi Manusia

Ketika ditanya tentang senjata kimia di Suriah, Dujarric mengatakan, “Kami tetap berkomunikasi erat dengan rekan-rekan kami di sekretariat teknis OPCW (Organisasi Pelarangan Senjata Kimia).”

Ia menambahkan bahwa senjata kimia di Suriah selalu menjadi perhatian serius PBB.

“Sangat penting agar semua pihak yang aktif di Suriah melakukan segala cara untuk memastikan bahwa senjata kimia yang tersisa disimpan dengan aman dan, tentu saja, tidak pernah digunakan.”

Dujarric juga mengomentari pembebasan tahanan di Suriah dan menekankan pentingnya menjaga dokumen terkait tahanan tersebut agar “pertanggungjawaban melalui proses peradilan” dapat dijamin.

“Kami ingin memastikan bahwa kolega kami di bidang hak asasi manusia dapat segera pergi ke Damaskus,” katanya, seraya menambahkan bahwa terdapat sejumlah mekanisme, termasuk dari Komisi Hak Asasi Manusia PBB.

Baca juga: Uni Eropa sebut perubahan bersejarah di Suriah beri peluang dan juga risiko

Baca juga: PBB: Krisis Suriah merupakan refleksi kegagalan kolektif kronis upaya perdamaian

Sumber: Anadolu