Jakarta (ANTARA) - Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Kependudukan mengingatkan kondisi kesepian menjadi faktor yang berperan penting terhadap tingkat depresi lansia (lanjut usia).
Peneliti Pusat Riset Kependudukan BRIN Resti Pujihasvuty menyebutkan prevalensi lansia alami ODGJ (orang dengan gangguan jiwa) ringan sebesar 12.8 persen sementara prevalensi lansia alami depresi sebesar 7.7 persen berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
“Jadi memang kondisi kesepian memiliki aspek negatif terhadap kesehatan jiwa lansia, mulai dari menyebabkan depresi, percobaan bunuh diri, tekanan psikologis tinggi, kecemasan hingga skizofrenia,” jelas Resti dalam webinar bertajuk “Lansia-Ku di Era Ageing Population” yang diselenggarakan oleh BRIN di Jakarta pada Rabu.
Bukan hanya itu, ia juga menyebutkan kondisi kesepian dapat menyebabkan lansia mengalami masalah kesehatan fisik, seperti serangan jantung, stroke, kanker, diabetes, alzheimer hingga dalam kondisi yang serius adalah kematian dini pada lansia.
Hal ini dikarenakan kondisi kesepian, lanjutnya, membawa lansia pada gaya hidup yang tidak sehat seperti makan berlebihan, merokok sebagai media penyaluran rasa kesepian yang dihadapi (coping mechanism).
“Masuk usia lanjut ya ada juga bapak-bapak yang merokoknya masih kencang, minum alkohol masih rajin, kemudian pola makannya gak karuan ya penyebabnya kesepian itu. Lansia ini melampiaskan atau melupakan kesepiannya dengan gaya hidup yang tidak sehat,” imbuhnya.
Oleh karena itu, pihaknya mengingatkan pentingnya keluarga menjaga dan memelihara hubungan serta interaksi sosial yang positif dengan lansia. Tidak hanya itu, juga dinilai penting bagi lansia memiliki komunitas sebaya guna menjaga keterhubungan lansia dengan dirinya sendiri dan lingkungan.
Baca juga: Pemerintah gelar Posyandu lansia untuk berikan layanan kesehatan dasar
Baca juga: Mensos Rismaharini ajak lansia untuk tetap tersenyum