KPK sita tanah 5.911 M2 milik Andhi Pramono di Kepri

id KPK,Andhi Pramono ,Korupsi ,Gratifikasi ,TPPU

KPK sita tanah 5.911 M2 milik Andhi Pramono di Kepri

Tersangka Mantan Kepala Bea dan Cukai Makassar Andhi Pramono saat akan memasuki ruang pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (7/3/2024). . ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah/YU (ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah)

Jakarta (ANTARA) - Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita tiga bidang tanah seluar 5.911 meter persegi (M2) milik mantan Kepala Kantor Bea dan Cukai Makassar Andhi Pramono (AP) yang berlokasi di Provinsi Kepulauan Riau.

"Tim penyidik bersama dengan Kasatgas Pengelola Barang Bukti Ahmad Budi Ariyanto dan tim kembali melakukan penyitaan aset-aset lain yang diduga milik tersangka AP yang berada di Kelurahan Darussalam Kecamatan Meral Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau. Ada tiga lokasi tanah dengan luas keseluruhan mencapai 5.911 meter persegi," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.

Ali mengatakan penyitaan tersebut dilakukan sebagai bagian dari penyidikan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan tujuan akhir memulihkan kerugian keuangan negara.

Juru bicara berlatar belakang jaksa itu juga mengatakan KPK masih terus melakukan pelacakan terhadap aset-aset lain yang diduga milik yang bersangkutan.

"Penelusuran aset-aset lain hingga saat ini tetap dilakukan dengan menggandeng dan melibatkan peran aktif dari Tim Aset Tracing dari Direktorat Pelacakan Aset Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi KPK," ujarnya.

Sebelumnya pada Senin (12/2), KPK juga menyampaikan telah melakukan penyitaan terhadap satu unit mobil Ford Mustang GT warna Merah serta tujuh bidang tanah yang berlokasi di Jakarta dan Kabupaten Bogor.

Untuk diketahui, Mantan Kepala Kantor Bea dan Cukai Makassar, Sulawesi Selatan, Andhi Pramono dituntut 10 tahun dan 3 bulan penjara dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi di lingkungan Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai.

"Menjatuhkan pidana oleh karenanya terhadap terdakwa Andhi Pramono dengan pidana penjara selama 10 tahun dan 3 bulan," ucap Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Joko Hermawan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Jumat (8/3).

Selain itu, Andhi Pramono juga dituntut pidana denda sebesar Rp1 miliar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.

"Memerintahkan terdakwa tetap berada dalam tahanan. Menyatakan penahanan yang sudah dijalani oleh terdakwa diperhitungkan dalam pidana penjaranya," sambung jaksa.

Jaksa menilai, Andhi Pramono terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menerima gratifikasi senilai total Rp56,2 miliar pada kurun waktu antara tahun 2012 sampai dengan tahun 2023.

Penerimaan tersebut terdiri dari uang berjumlah Rp48.259.360.496,00; 249.500.00 dolar AS atau setara dengan Rp3.586.851.000; dan 404.000.00 dolar Singapura atau setara dengan Rp4.391.870.000,00.

"Menyatakan terdakwa Andhi Pramono telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHPidana," imbuh jaksa.

Dalam menjatuhkan tuntutan tersebut, jaksa KPK mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan, yakni terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme; perbuatan terdakwa telah merusak kepercayaan masyarakat kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; dan terdakwa tidak mengakui perbuatannya.

"Hal-hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa bersikap sopan di persidangan," ucap jaksa membacakan pertimbangan meringankan.

Dalam perkara ini, jaksa mulanya mendakwa Andhi Pramono menerima gratifikasi dengan total sejumlah Rp58,9 miliar, terdiri atas Rp50.286.275.189,79; 264,500 dolar Amerika Serikat atau setara dengan Rp3.800.871.000,00; dan 409,000 dolar Singapura atau setara dengan Rp4.886.970.000,00.

Dalam surat dakwaan dijelaskan, uang haram itu diterima Andhi dari sejumlah pengusaha atau perusahaan, mulai dari perusahaan pengurusan jasa kepabeanan (PPJK), perusahaan yang bergerak di bidang ekspor-impor hingga perusahaan yang bergerak di bidang trading (jual beli), freight forwarder (penerus muatan), trucking (perusahaan truk), warehousing (pergudangan), dan intersulair.