Kepala BPPD Sidoarjo diperiksa KPK soal aliran dana terkait korupsi

id KPK ,Sidoarjo ,BPPD Sidoarjo

Kepala BPPD Sidoarjo diperiksa KPK soal aliran dana terkait korupsi

Kepala Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo Ari Suryono enggan berkomentar usai diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, jumat (16/2/2024). ANTARA/Fianda Sjofjan Rassat

Jakarta (ANTARA) - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan Kepala Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo Ari Suryono diperiksa sebagai saksi untuk mendalami aliran uang dalam perkara korupsi di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.

"Kepala BPPD Kabupaten Sidoarjo Ari Suryono, saksi hadir dan kembali dilakukan konfirmasi dan pendalaman lebih lanjut, antara lain kaitan dugaan rincian penggunaan dana insentif dari para pegawai BPPDuntuk kebutuhan Bupati Sidoarjo," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.

Meski demikian, Ali belum memberikan keterangan lebih lanjut soal apa saja temuan tim penyidik KPK dalam pemeriksaan tersebut.

Ari Suryono yang diperiksa penyidik KPK pada Jumat (16/2) langsung meninggalkan Gedung Merah Putih KPK dengan didampingi kuasa hukumnya tanpa memberikan komentar kepada wartawan.

Pada kesempatan terpisah, Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali membantah telah menerima uang yang berasal dari perkara dugaan korupsi di BPPD Kabupaten Sidoarjo.

"Enggak (ada penerimaan uang)," kata Muhdlor usai diperiksa oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, Jumat (16/2).

Muhdlor mengatakan ada cukup banyak pertanyaan yang diajukan oleh tim penyidik dan dirinya hanya diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi.

"Jadi saya Alhamdulillah baru saja diperiksa sebagai saksi dalam kejadian di Sidoarjo. Saya sudah berusaha memberikan kesaksian sebenar-benarnya, seutuh-utuhnya, sehingga terang benderang," ujarnya.

Sebelumnya, KPK pada 29 Januari 2024 menahan dan menetapkan Kasubag Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo Siska Wati (SW) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemotongan insentif pegawai di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menerangkan penetapan tersangka terhadap Siska Wati berawal dari laporan masyarakat soal dugaan korupsi berupa pemotongan insentif dan penerimaan uang di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo.

Laporan tersebut kemudian dipelajari oleh tim KPK dan pada Kamis (25/1) diperoleh informasi telah terjadi penyerahan sejumlah uang secara tunai pada SW.

Atas dasar informasi tersebut, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap 10 orang di wilayah Kabupaten Sidoarjo.

Dalam OTT tersebut diamankan uang tunai ini sejumlah sekitar Rp69,9 juta dari dugaan pemotongan dan penerimaan uang sejumlah sekitar Rp2,7 miliar pada tahun 2023.

Para pihak tersebut berikut barang buktinya kemudian dibawa ke Gedung Merah Putih KPK untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan dan hingga akhirnya dilakukan penetapan status tersangka terhadap Siska Wati.

Ghufron menerangkan kasus tersebut berawal pada tahun 2023. Saat itu besaran pendapatan pajak BPPD Kabupaten Sidoarjo mencapai Rp1,3 triliun dan atas perolehan tersebut ASN yang bertugas di BPPD akan mendapatkan dana insentif.

Namun Siska Wati selaku Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD sekaligus bendahara secara sepihak melakukan pemotongan dana insentif dari para ASN tersebut.

Permintaan potongan dana insentif ini disampaikan secara lisan oleh SW pada para ASN di beberapa kesempatan dan adanya larangan untuk tidak membahas potongan dimaksud melalui alat komunikasi, di antaranya melalui percakapan WhatsApp.

Besaran potongan yang dikenakan mencapai 10-30 persen sesuai dengan besaran insentif yang diterima.

Penyerahan uang tersebut dilakukan secara tunai dan dikoordinir oleh setiap bendahara yang telah ditunjuk yang berada di bidang pajak daerah dan bagian sekretariat.

Khusus pada tahun 2023, SW mampu mengumpulkan potongan dan penerimaan dana insentif dari para ASN sejumlah sekitar Rp2,7 miliar.

Sebagai bukti permulaan awal, besaran uang Rp69,9 juta yang diterima SW akan dijadikan pintu masuk untuk penelusuran dan pendalaman lebih lanjut.

Atas perbuatannya, tersangka SW dijerat dengan Pasal 12 huruf f Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 20019 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.