Jakarta (ANTARA) - Ketua Masyarakat Sadar Risiko Indonesia (MASINDO), Dimas Syailendra R mengatakan Indonesia dapat memanfaatkan produk tembakau alternatif untuk menekan prevalensi perokok.
"Produk tembakau alternatif, seperti produk tembakau yang dipanaskan, rokok elektrik atau vape, dan kantong nikotin, terbukti berhasil menurunkan angka perokok di sejumlah negara maju," kata Dimas dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Ia mengharapkan pemerintah dapat memaksimalkan produk tembakau alternatif, seperti produk tembakau yang dipanaskan, rokok elektrik atau vape, dan kantong nikotin, mengingat angka perokok di Indonesia menembus lebih dari 65 juta orang.
Tingginya angka perokok tersebut dapat berdampak terhadap kualitas kesehatan masyarakat. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah memerlukan pendekatan yang berbeda dengan memanfaatkan penggunaan produk tembakau alternatif.
Menurut Dimas, pemanfaatan produk tembakau alternatif sebagai alat bantu untuk mengatasi permasalahan rokok sudah diberdayagunakan oleh Inggris, Jepang, dan Swedia. Berkat ragam produk tersebut, angka perokok di ketiga negara tersebut disebut mengalami penurunan.
"Hal ini sekaligus menegaskan bahwa produk tembakau alternatif merupakan alat bantu yang efektif bagi perokok dewasa yang kesulitan untuk berhenti merokok," katanya.
Berkat pemanfaatan produk tembakau alternatif, jumlah perokok di Inggris pada tahun 2021 tercatat mencapai 13,3 persen atau setara 6,6 juta jiwa. Angka tersebut mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2020 yang mencapai 14 persen.
Sementara di Jepang, prevalensi merokok pada tahun 2020 mencapai sekitar 20,10 persen, mengalami penurunan 0,40 persen dari tahun 2019.
Selain itu, pada 2022, prevalensi merokok di Swedia menurun menjadi sekitar 5,6 persen dari total populasi. Hal ini membuat Swedia menjadi negara dengan tingkat prevalensi merokok paling rendah di Uni Eropa, bahkan salah satu yang terendah di dunia.
"Keberhasilan Inggris, Jepang, dan Swedia dalam mengurangi prevalensi merokok dapat menjadi acuan bagi Pemerintah Indonesia untuk menerapkan strategi serupa sebagai pelengkap dari berbagai program yang telah dijalankan selama ini. Kehadiran produk tembakau alternatif dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki kualitas kesehatan masyarakat," kata Dimas.
Sebagai langkah awal dalam pemanfaatan produk tembakau alternatif, pemerintah dan para pemangku kepentingan terkait, seperti kementerian/lembaga, perguruan tinggi, akademisi, pelaku usaha, dan komunitas perlu memberikan edukasi bagi masyarakat, khususnya perokok dewasa, mengenai informasi yang akurat tentang produk tersebut.
Tujuannya untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang perbedaan dan profil risiko produk tembakau alternatif dengan rokok.
Berdasarkan hasil sejumlah kajian ilmiah di dalam dan luar negeri, produk tembakau alternatif memiliki risiko yang lebih rendah daripada rokok karena tidak melalui proses pembakaran.
Oleh karena itu, produk tembakau alternatif tidak menghasilkan asap yang mengandung TAR yang dapat memicu berbagai penyakit berbahaya bagi penggunanya.
"Masih banyak misinformasi yang beredar di masyarakat yang menyebutkan bahwa produk tembakau alternatif memiliki risiko yang lebih tinggi daripada rokok. Hal ini salah. Faktanya, karena tidak melalui proses pembakaran, produk tembakau alternatif tidak menghasilkan asap dan memiliki risiko yang jauh lebih rendah daripada rokok," kata dia.
Kesuksesan ketiga negara tersebut membuktikan bahwa produk tembakau alternatif dapat menjadi pilihan bagi perokok dewasa untuk beralih ke produk tembakau yang lebih rendah risiko.
"Oleh karena itu, MASINDO optimistis Pemerintah Indonesia dapat mengadopsi kebijakan yang telah diterapkan oleh Inggris, Jepang, dan Swedia dalam menekan prevalensi merokok," kata Dimas.
Baca juga: Vape lebih aman dibanding rokok konvensional? Begini penjelasan dokter
Baca juga: Simak perbedaan sistem pemanasan tembakau alternatif dengan rokok tembakau