Jakarta, 28/11 (antarariau.com) - Pengacara OC Kaligis menghadirkan delapan saksi diantaranya tokoh adat dari Waisai, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat terkait dugaan korupsi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Disel (PLTD) setempat senilai Rp20 miliar di Pengadilan Tipikor , Jakarta.
"Keberadaan penerangan listrik di Waisai sangat diperlukan bagi penduduk, maka merupakan dambaan untuk mengurangi kebodohan," kata Nikson Moom sebagai saksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis.
Kaligis merupakan kuasa hukum Selviana Wanma sebagai Dirut Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemkab Raja Ampat yang mengelola proyek PLTD Waisai, Raja Ampat, pada sidang perkara No.32/Pidsus-TPK/2013/PN.JktPst.
Dalam sidang yang dipimpin hakim Gusrizal dan jaksa penuntut umum Sofyan mendakwa Selviana Wanma dengan dugaan korupsi pengadaan dan pembangunan PLTD Waisai senilai Rp20 miliar.
Menurut tokoh adat Suku Matbat, Raja Ampat itu bahwa bila tidak ada listrik maka warga akan sulit untuk belajar pada malam hari sehingga mengalami kendala dalam mengentaskan kebodohan.
Selain Nikson Moom, dihadirkan tujuh saksi lainnya pada sidang tersebut yakni Yulianus Tebbu, Yusuf Salim, Anwar Kopong, Astus Obinaru, Arek Musaris Muntasa, Soleman Dimara, Yohannes Rumbarat.
Yohannes Rumbarat mengatakan pada tahun 2003 kawasan Waisai masih hutan belantara padahal sudah terjadi pemekaran wilayah yang sebelumnya masuk Kabupaten Sorong, Papua Barat.
Namun pada tahun itu warga hanya mengunakan lampu tempel untuk penerangan dan tidak ada listrik seperti saat ini.
Sebagai kepala kampung, maka Yohannes kadang tidur di tenda mengunakan lampu petromak untuk membuat laporan tentang kondisi dan situasi kepada pimpinan setempat.
Bahkan, kata Yohannes, di Waisai yang saat ini merupakan ibu kota Kabupaten Raja Ampat hanya dihuni sekitar 10 rumah warga yang dibuat oleh program ABRI Masuk Desa (AMD).
Untuk membangun infrastruktur di Waisai sangat sulit karena semen harus didatangkan dari Sorong dengan harga relatif mahal, dan pendapat Yohannes itu dibenarkan oleh saksi lainnya tentang kondisi dan situasi di Raja Ampat.
Selain itu, bila musim gelombang, maka semua bahan material yang dari Sorong tidak dapat diangkut dengan kapal karena ombang besar dengan ancaman nyawa melayang di laut lepas.
Sedangkan enam dari delapan saksi yang dihadirkan pada sidang tersebut mengunakan ikat kepala dari bulu burung cendrawasih yang biasanya digunakan untuk acara adat.
Padahal sebelumnya, Bupati Raja Ampat Marcus Wanma mengatakan proyek PLTD setempat tidak menimbulkan kerugian negara seperti yang dituduhkan jaksa.
Markus menambahkan yang menentukan kerugian keuangan negara bukan jaksa ataupun Badan Pengawas Keuangan dan pembangunan melainkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagaimana UU No. 15 tahun 2006.
Menurut Markus bahwa ada tiga calon investor yang melakukan tender itu masing-masing PT Frislianmar Masyur Mandiri (PT FMM), PT Graha Sarana Duta (PT GSD) dan PT Juan Mandiri (PT JM).
Pemenang tender adalah PT GSD dengan nilai proyek terendah sebesar Rp20,20 miliar mengalahkan dua perusahaan lain yang menawarkan lebih tinggi yakni PT FMM Rp21,77 miliar dan PT JM Rp22,45 miliar.
Dalam proyek itu tidak ada penunjukan langsung dari Pemkab Raja Ampat melainkan ada Dokumen Berita Acara Pelelangan Nomor 10/BAHP-PAN/PPLTD/WSI/2004 tanggal 20 Agustus 2004.