Anggota DPR desak evaluasi pelaksanaan Perpres tentang delegasi perizinan minerba

id Berita hari ini, berita riau terbaru, berita riau antara, Perpres

Anggota DPR desak evaluasi pelaksanaan Perpres tentang delegasi perizinan minerba

Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto. (ANTARA/HO-Humas Fraksi PKS)

Jakarta (ANTARA) - Anggota DPR RI Mulyanto mendesak Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk mengevaluasi pelaksanaan peraturan presiden (Perpres) No 55 tahun 2022 tentang Pendelegasian wewenang perizinan penambangan mineral dan batubara.

"Para pengusaha penambangan batuan di daerah mengeluh terkait ketidakpastian pelayanan perizinan pertambangan, pasca-terbitnya perpres tersebut," katanya dihubungi di Jakarta, Selasa.

Anggota Komisi VII itu menegaskan dalam masa transisi, seharusnya ada pendampingan dari pemerintah pusat, agar pendelegasian dapat berjalan dengan mulus di daerah.

Pendampingan itu dapat membantu perangkat provinsi agar siap menerima amanat pendelegasian, baik dari aspek sistem, personel maupun anggaran.

"Harus diakui, walau pemerintah provinsi menginginkan adanya pendelegasian tersebut, namun dalam implementasinya ternyata tidak siap sehingga dikeluhkan penambang batuan. Ini membuat mereka terombang ambing. Selain itu mendorong maraknya tambang tanpa izin," jelasnya.

Politisi itu meminta gubernur agar serius menyiapkan sistem dan perangkat daerahnya, agar pendelegasian dapat segera dilaksanakan.

"Jangan hanya menuntut kewenangan regulasi, tetapi juga harus menyiapkan segala sesuatunya, agar kewenangan perizinan penambangan minerba yang didelegasikan pemerintah pusat dapat berjalan dengan baik dalam rangka melayani masyarakat dan mengoptimalkan pembangunan daerah," pesan Mulyanto.

Sebelumnya, Himpunan Penambang Kuarsa Indonesia (HIPKI) mengusulkan agar Pemerintah Pusat segera melakukan revisi terhadap Perpres Nomor 55 Tahun 2022

Usulan itu disampaikan HIPKI sebagai respons atas keluhan dari sejumlah pengusaha di bidang pertambangan mineral bukan logam, mineral bukan logam jenis tertentu dan batuan yang tidak mendapatkan kepastian layanan perizinan berusaha pasca-terbitnya Perpres tersebut.

“Pemerintah Pusat tidak boleh membiarkan kondisi ini berlarut-larut. Layanan perizinan berusaha tidak boleh stagnan. Investasi harus terus bergerak sehingga pertumbuhan ekonomi berjalan sesuai harapan kita semua,” kata Ketua Umum HIPKI Ady Indra Pawennari.

Menurut Ady, sejak pemberian perizinan di bidang pertambangan mineral bukan logam, mineral bukan logam jenis tertentu dan batuan didelegasikan kepada pemerintah daerah provinsi, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara menolak melayani permohonan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP).

“Mereka menolak karena Perpres Nomor 55 yang diundangkan pada tanggal 11 April 2022, sudah mengatur kewenangan pemberian WIUP mineral bukan logam, mineral bukan logam jenis tertentu dan batuan sudah didelegasikan kepada pemerintah daerah provinsi. Tapi, begitu kita ke daerah, ternyata daerah belum siap,” jelasnya.

Dia mengusulkan tiga opsi sebagai solusi untuk memecah kebuntuan yang terjadi dalam pelayanan perizinan di bidang pertambangan mineral bukan logam dan batuan pasca-terbitnya Perpres Nomor 55 Tahun 2022 tersebut.

“Pertama, Dirjen Mineral dan Batubara menerbitkan edaran yang mengatur teknis pelaksanaan pelayanan perizinan berusaha untuk dipedomani daerah. Kedua, revisi Perpres Nomor 55 dan memberi ruang adanya masa transisi. Ketiga, cabut Perpres itu,” usulnya.

Ady menilai pendelegasian pemberian perizinan di bidang pertambangan mineral bukan logam dan batuan dari pusat kepada pemerintah daerah provinsi terkesan dipaksakan tanpa memperhatikan kesiapan perangkat daerah.

“Ini preseden buruk bagi dunia usaha dan investasi. Kita mengajukan izin ke pusat ditolak. Katanya ini kewenangan provinsi. Begitu kita ke provinsi, katanya mereka belum siap. Baik dari sisi penggunaan sistem, personil maupun anggarannya," kata Ady menegaskan.

Akibat tidak adanya kepastian hukum dalam pelayanan perizinan berusaha di bidang pertambangan mineral bukan logam dan batuan ini, Ady mengaku khawatir akan memicu lahirnya penambangan tanpa izin atau ilegal di berbagai daerah.

Baca juga: Dinilai wanprestasi, 5 rekanan proyek jalan di Riau diputus kontrak

Baca juga: Rencana pembangunan flyover Garuda Sakti, Sugeng minta Pemprov libatkan Pemko soal pembebasan lahan