Pekanbaru, (Antarariau.com) - Bibit akasia yang dikembangkan di pusat pembenihan Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau, telah diakui memiliki kualitas terbaik, dan bahkan kini telah diekspor ke China dan Malaysia.
"Bibit akasia ini sudah bisa dipanen dalam waktu lima tahun dengan diameter mencapai 25 Cm dan ketinggian lima meter. Kita mengemas teknologinya dalam menghasilkan bibit yang berkualitas," kata Anderson Tanoto, anak dari keluarga taipan Sukanto Tanoto, pemilik usaha Riau Andalan Pulp and Paper di sela kunjungan ke pusat pembibitan Akasia di Pangkalan Kerinci, Rabu.
Dengan kemampuan menghasilkan bibit pertahun yang terus ditingkatkan hingga 300 juta batang akasia, ia menyatakan, usaha pembibitan itu akan menjadi pemasok bagi kebutuhan hutan tanaman industri milik RAPP serta kebutuhan ekspor.
Anderson menyatakan, ahli pertanian di RAPP terus mengusahakan agar teknologi pengembangan benih makin maju dan tingkat keberhasilan hingga tanaman siap panen kini mencapai 65-70 persen.
Di pusat nursery Pangkalan Kerinci, produksi bibit akasia telah dilakukan dengan sistim cutting dari sebelumnya menggunakan metoda benih. Dengan cara ini benih yang dikembangkan tingkat keberhasilannya tambah tinggi selain teknologi kultur jaringan untuk meningkatkan kualitas akasia.
Pusat Pembibitan RAPP tersebar di Pangkalan Kerinci, Pelalawan, Baserah dan beberapa "satellite nursery".
Menurut dia, pengembangan teknologi kehutanan merupakan bentuk komitmen perusahaan dalam penerapan pengelolaan hutan lestari yang mengacu pada adopsi teknologi kehutanan, termasuk pengembangan pusat pembibitan untuk HTI. Hal itu diyakini berdampak pada pengurangan emisi karbon.
RAPP kini telah mengantongi sertifikat SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu) dan PHPL (Pengelolaan Hutan Produksi Lestari) bagi hutan tanaman yang dikelolanya sejak 2010.
Dimilikinya kedua sertifikat tersebut, telah membuktikan bahwa kayu RAPP dari HTI yang dikelola adalah legal dan bisa dibuktikan secara sah.
Ketua Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) Misbahul Huda mengungkapkan pasokan benih dan cadangan lahan HTI perlu menjadi prioritas guna menjamin peningkatan produksi pulp dan kertas Indonesia.
Ia mengatakan, pembangunan HTI pulp dan kertas berjalan lamban. Sejak 5 tahun terakhir, hanya 3,7 juta hektare HTI yang dibangun dari 10 juta ha yang dicadangkan. Hingga tahun lalu, produksi pulp nasional baru mencapai 6,9 juta ton per tahun dan produksi kertas sebesar 11,5 juta ton, masih jauh tertinggal dari torehan Brazil yang mampu memproduksi 174 juta ton kertas di areal HTI seluas 63 juta hektare.