Sidang Vonis Bioremediasi Chevron Ditunda Lagi

id sidang vonis, bioremediasi chevron, ditunda lagi

Jakarta, (antarariau.com) - Sidang pembacaan vonis untuk Endah Rumbiyanti terdakwa kasus dugaan korupsi proyek pemulihan lahan tercemar limbah minyak (bioremediasi) PT Chevron Pasific Indonesia kembali ditunda oleh hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Selatan.

"Kami kembali menunda pembacaan vonis kali ini dengan alasan yang sama seperti sebelumnya," kata Hakim Ketua Sudharmawatiningsih di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Selatan, Kamis siang.

Sidang pembacaan vonis untuk terdakwa Rumbiyanti tersebut dijadwalkan sebelumnya akan dilaksanakan pada Kamis (11/7) dan ditunda hingga tujuh hari kedepan.

Majelis hakim menyatakan, sidang pembacaan vonis untuk terdakwa Rumbiyanti akan dilaksanakan pada Kamis pekan depan (18/7).

Endah Rumbiyanti merupakan Manager Sumatera Light North (SLN), ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak Kejaksaan Agung bersamaan dengan para terdakwa lainnya.

Sebelumnya Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Selatan juga telah menunda sidang pembadaan vonis untuk terdakwa Kukuh Kertasafari yang seharusnya digelar pada Rabu (10/7), dan dijadwal ulang pada Rabu (17/7).

Sementara hakim juga dijadwalkan akan menggelar sidang pembacaan vonis untuk terdakwa kasus "bioremediasi" lainnya yakni atas nama Widodo selaku Ketua Tim Penanganan Isu Sosial Lingkungan Sumatera Light North (SLN) Duri.

Sebelumnya, para terdakwa ini juga telah menjalani sidang pembacaan tuntutan oleh jaksa dimana untuk terdakwa Kukuh Kertasafari, dituntut pidana 5 tahun dan denda Rp 500 juta dengan subsider 6 bulan kurungan. Jaksa menilai tindakan Kukuh yang menetapkan 28 lahan bersih sebagai lahan terkontaminasi minyak telah merugikan negara.

Sementara Manajer Lingkungan PT Sumatera Operation Chevron Endah Rumbiyanti dituntut 4 tahun penjara. Endah dianggap terbukti memperkaya perusahaan kontraktor pelaksana proyek bioremediasi.

Untuk terdakwa Widodo selaku Team Leader Waste Sumatera Light North (SLN) Chevron di Duri, Riau, dituntut 7 tahun penjara dan denda Rp 500 juta.

Kasus bioremediasi Chevron bermula saat Kejaksaan Agung menduga pekerjaan bioremediasi fiktif di 28 lokasi lahan bekas pengolahan minyak.

Namun pihak Chevron mengklaim biaya yang telah dikeluarkan sebagai biaya pemulihan kepada BP Migas senilai 6,9 juta US Dollar untuk pembayaran pekerjaan kepada perusahaan pelaksana bioremediasi PT Sumigita Jaya dan PT Green Planet Indonesia.

Jalan panjang sidang kasus "bioremediasi" Chevron juga menuai kritikan "pedas" dari berbagai kalangan pengamat hukum.

Para jaksa dianggap terlalu memaksakan kasus tersebut meski sebenarnya tidak ada bukti-bukti kuat yang mengarah pada tindak pidana korupsi seperti yang dituduhkan.

Ketua Badan Pengurus "SETARA Institute", Hendardi menilai penanganan kasus bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia oleh Kejaksaan Agung dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, kental dengan motif duit dan upaya mendongkrak popularitas penegak hukum.

Menurutnya, kasus bioremediasi yang menjerat empat karyawan Chevron dan dua kontraktornya ini, tak ubahnya kasus korupsi PT Merpati Nusantara Airlines, yang menjerat Hotasi Nababan.

Kasus ini juga ditangani Kejaksaan Agung. Mantan Direktur Utama Merpati itu pun, akhirnya divonis bebas dan dinyatakan tidak bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor.

"Belajar dari kasus Hotasi, ada pelanggaran HAM 'by judicial' (melalui jalur hukum) yang dilakukan aparat penegak hukum. Jaksa awalnya coba-coba, ini ada duitnya gak? Tapi ketika sampai di tengah dan ternyata tidak ada duitnya, tidak ada pilihan lain bagi jaksa selain meneruskan kasus itu," ujar Hendardi.