Anggota Komisi I DPR sebut pembelian Rafale harus diikuti penguatan industri dalam negeri

id Berita hari ini, berita riau terbaru,berita riau antara,DPR

Anggota Komisi I DPR sebut pembelian Rafale harus diikuti penguatan industri dalam negeri

Anggota Komisi I DPR RI Sukamta. (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/hp/pri.)

Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi I DPR RI Sukamta menyebutkan, rencana pembelian 42 pesawat tempur Dassault Rafale dari Perancis harus diikuti penguatan industri pertahanan (Inhan) dalam negeri.

"Pembelian 42 pesawat tempur dan alutsista lainnya itu merupakan bagian dari rencana penguatan alutsista kita dalam rangka pemenuhan target Minimum Essential Forces (MEF). Kita berharap pembelian ini diikuti dengan penguatan industri pertahanan dalam negeri," kata Sukamta dalam siaran persnya, di Jakarta, Senin.

Baca juga: TNI AU akan beli pesawat tempur canggih F-15 Ex dan Rafale

Pemerintah RI dan Prancis sebelumnya telah menandatangani Persetujuan Kerja sama Pertahanan/Defence Cooperation Agreement (DCA) di Paris, pada 28 Juni 2021 untuk memperkuat dan memperluas cakupan kerja sama pertahanan.

Sebagai tindak lanjutnya, pemerintah memesan 42 pesawat tempur dari Perancis. Pemerintah juga membeli dua kapal selam jenis Scorpene dari Perancis.

Pembelian ini merupakan bagian kerja sama penelitian dan pengembangan PT PAL, perusahaan yang bergerak di industri galangan kapal dengan Naval Group.

Termasuk juga kesepakatan kerja sama pemeliharaan, perbaikan, dan overhaul pesawat tempur buatan Perancis di Indonesia melalui Dessault dan PT Dirgantara Indonesia. Pemerintah juga menandatangani nota kesepahaman di bidang telekomunikasi serta pembuatan amunisi kaliber besar.

Wakil Ketua Fraksi PKS ini menjelaskan sesuai dengan amanat UU RI No 16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan, setiap pembelian alutsista dari luar negeri harus diikuti dengan transfer teknologi.

Baca juga: Tujuh pesawat tempur Prancis mendarat di Aceh. Ada apa?

"Mengingat pembelian ini jumlahnya banyak, kami berharap transfer teknologi ini direncanakan dengan baik, rinci, dan matang, tidak asal-asalan. Apalagi biaya yang mencapai Rp 68 triliun bukanlah jumlah sedikit, terlebih kita semua sedang menghadapi pandemi yang juga membutuhkan biaya besar untuk pemulihannya," kata Sukamta.

Bahkan, lanjut dia, seharusnya ada sebagian pesawat tempur nantinya yang bisa di produksi di Indonesia.

"Kita sudah memiliki PT Dirgantara Indonesia yang sudah dilibatkan dalam kerja sama dalam pembuatan IFX/ KFX. Ini menjadi modal awal yang bagus," katanya.

Jika ada sebagian dari batch pesanan itu yang dibuat di PT DI, tentu akan menjadi lompatan luar biasa dalam akuisisi teknologi pesawat tempur.

"Semoga Menteri Pertahanan Prabowo Subianto memasukkan strategi tersebut dalam kerjasama jual-beli pesawat dan lainnya tersebut. Banyak negara lain yang bisa memberikan skema itu, sehingga dipilihnya pembelian pesawat dari Perancis ini menjadi langkah penting dan strategis bagi kepentingan pertahanan negara secara lebih luas," kata doktor jebolan Inggris ini.

Diberitakan juga Amerika Serikat telah menyetujui penjualan 36 unit pesawat tempur F-15 kepada Indonesia senilai USD 14 Miliar atau sekitar Rp 200 triliun, dimana masih dalam tahap negosiasi.

"Karena itu, penting sekali lagi kami tekankan pemerintah harus serius dalam keberpihakannya memajukan industri pertahanan dalam negeri. Anggaran sebesar itu bisa untuk menstimulus industri pertahanan kita, jangan beli-beli terus orientasinya, itu sama saja menumbuhkan ekonomi bangsa lain. Belanja alutsista dengan anggaran cukup besar begini harus matang juga jangan sampai muncul security dilema yang memicu arm race (perlombaan senjata) negara lain, karena dapat dipastikan pengadaan alutsista dalam jumlah besar akan menimbulkan detterent effect bagi negara-negara lain," paparnya.

Baca juga: Indonesia Akan Kedatangan Dua Pesawat Rafale Perancis