Padang (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat menahan satu lagi tersangka kasus dugaan korupsi pembayaran ganti rugi lahan tol Padang-Sicincin berinisial SY.
Sebelumnya pada Rabu (1/12) pihak Kejati Sumbar telah lebih dahulu menahan 12 orang tersangka dalam kasus yang sama, sementara SY saat itu sedang sakit.
"Hari ini tim penyidik kembali menahan satu tersangka, yang bersangkutan sempat diperiksa di Kantor Kejati sebelum ditahan," kata Asisten Intelijen Kejati Sumbar Mustaqpirindi Padang, Selasa.
Ia mengatakan usai diperiksa tersangka SY langsung digiring menuju ke Rumah Tahanan Negara Klas II B Padang sekitar pukul 15.30 WIB.
Dengan ditahannya SY maka seluruh tersangka yang sebanyak 13 orang dalam kasus dugaan korupsi pembayaran ganti rugi lahan tol saat ini telah ditahan oleh Kejati.
Selain SY, para tersangka yang telah ditahan adalah BK, MR, SP, KD, AH, RF, yang merupakan kelompok warga penerima ganti rugi, dan SA penerima ganti rugi sekaligus perangkat pemerintahan nagari.
Kemudian lima tersangka lainnya adalah SS yang berlatar belakang perangkat pemerintahan nagari, YW aparatur pemerintahan di Padang Pariaman, kemudian J, RN, US dari BPN selaku panitia pengadaan tanah.
Sementara itu tersangka terakhir yang ditahan oleh jaksa yakni SY diketahui juga merupakan warga penerima ganti rugi.
Ia menjelaskan penahanan para tersangka dilakukan sesuai dengan Pasal 21 KUHAPkarena alasan objektif dan subjektif telah terpenuhi.
Beberapa poin dalam Pasal 21 KUHAP itu adalah karena khawatir tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, dan atau mengulangi kembali tindak pidana.
Mustaqpirin menyatakan pihaknya terus memroses dan melengkapi berkas kasus dugaan korupsi yang diperkirakan telah merugikan negara Rp28 miliar itu.
Kerugian muncul karena uang pembayaran ganti rugi lahan tol yang telah digelontorkan negara diklaim secara melawan hukum oleh orang yang tidak berhak sebagai penerima ganti rugi.
Penetapan tersangka telah dilakukan oleh Kejati Sumbar pada 29 Oktober 2021, mereka diproses dalam 11 berkas terpisah.
Kejati Sumbar membeberkan kasus itu berawal saat adanya proyek pembangunan tol Padang-Sicincin pada 2020, sehingga negara menyiapkan uang sebagai ganti rugi bagi lahan yang terdampak pembangunan.
Salah satu lahan yang terdampak adalah Taman Keanekaragaman Hayati (Kehati) di Paritmalintang, Kabupaten Padang Pariaman, dengan uang ganti rugi diterima oleh orang per orang.
Setelah diusut lebih lanjut oleh kejaksaan ternyata diketahui bahwa Taman Kehati itu statusnya masuk dalam aset daerah dan tercatat pada bidang aset Badan Pengelolaan Keuangan Daerah Padangpariaman.
Lahan itu termasuk dalam objek ketika Kabupaten Padang Pariaman mengurus pemindahan ibu kota kabupaten (IKK) ke Parit Malintang pada 2007.
Pengadaan tanah dalam kegiatan pemindahan IKK saat itu dilengkapi dengan surat pernyataan pelepasan hak dari para penggarap tanah serta dilakukan ganti rugi.
Lahan kemudian dikuasai oleh Pemkab Padang Pariaman dengan membangun kantor bupati (2010), hutan kota (2011), ruang terbuka hijau (2012), Kantor dinas (2014), termasuk Taman Kehati (2014) berdasarkan SK Bupati seluas 10 hektare.
Pembangunan dan pemeliharaan Taman Kehati saat itu menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK) Kementerian Lingkungan Hidup serta APBD Padang Pariaman.
Asintel Kejati Sumbar menegaskan penyidikan kasus saat ini murni terkait pembayaran ganti rugi lahan saja, bukan pengerjaan fisik proyek tol, sehingga tidak akan berdampak pada pengerjaan proyek tol, apalagi menghambat pengerjaannya.
"Pemrosesan ini bagian dari upaya kejaksaan dalam mendukung proyek tol sebagai proyek strategis nasional, jangan sampai ada pihak tak bertanggung jawab yang mengambil keuntungan pribadi dan merugikan keuangan negara," katanya.