Menaker memastikan memperkuat pengarusutamaan hak tenaga kerja disabilitas

id penyandang disabilitas,tenaga kerja,kemenaker,naker

Menaker memastikan memperkuat pengarusutamaan hak tenaga kerja disabilitas

Tangkapan layar Menaker Ida Fauziyah dalam acara penganugerahaan penghargaan bagi perusahaan BUMN dan swasta yang memperkerjakan penyandang disabilitas, Jakarta, Selasa (30/11/2021) (FOTO ANTARA/Prisca Triferna)

Jakarta (ANTARA) - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah memastikan pihaknya terus berusaha memperkuat pengarusutamaan pemenuhan hak pekerjaan untuk tenaga kerja (naker) penyandang disabilitas sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

"Kementerian Ketenagakerjaan terus berupaya memperkuat pengarusutamaan pemenuhan hak pekerjaan ini dengan mendorong pemerintah, BUMN, BUMD dan perusahaaan swasta untuk memperkerjakan penyandang disabilitas," katanya dalam acara pemberian penghargaan nasional kepada perusahaan swasta dan BUMN yang memperkerjakan disabilitas, yang diikuti secara virtual di Jakarta, Selasa.

Menakermenjelaskan bahwa amanat akses ketenagakerjaan itu telah tertuang dalam Pasal 53 UU No.8 Tahun 2016 yang menyatakan bahwa pemerintah, pemerintah daerah, BUMN dan BUMD wajib memperkerjakan penyandang disabilitas paling sedikit dua persen dari jumlah pegawai.

Sementara untuk perusahaan swasta wajib memperkerjakan satu persen penyandang disabilitas dari total jumlah pegawai.

Ia mengatakanmenurut data Wajib Lapor Ketenagakerjaan pada 2021, baru terdapat 588 perusahaan yang memperkerjakan 4.554 disabilitas dari total 543 ribu pegawai yang terdaftar di sistem milik Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) itu.

Untuk perusahaan BUMN sendiri baru terdapat 72 perusahaan yang telah memperkerjakan 1.271 penyandang disabilitas.

Padahal terdapat 16,5 juta orang penduduk usia kerja yang merupakan penyandang disabilitas, menurut data Kemnaker per Februari 2021.

Belum lagi penyandang disabilitas merupakan salah satu kelompok yang secara signifikan merasakan dampak pandemi COVID-19.

Ia mengatakan kerentanan tenaga kerja penyandang disabilitas itu diakibatkan oleh rendahnya tingkat pendidikan, keterbatasan akses pasar kerja, tingginya biaya hidup untuk berbagai kebutuhan tambahan seperti alat bantu dan perawatan kesehatan, rendahnya pendapatan serta tingginya tingkat kemiskinan.

Secara khusus, Menaker menyoroti bahwa ada perspektif gender dalam kerentanan tenaga kerja disabilitas itu, dengan perempuan yang memiliki disabilitas menghadapi hambatan lebih besar dibandingkan laki-laki.

Dia menegaskan bahwa pencapaian pemenuhan target tenaga kerja penyandang disabilitas itu membutuhkan usaha dan komitmen luar biasa juga baik dari pemerintah, pemerintah daerah maupun BUMN, BUMD perusahaan swasta.

"Dalam kesempatan yang berbahagia ini kami ingin tidak bertepuk sebelah tangan, kami ingin komitmen ini juga disambut oleh pemerintah, pemerintah daerah, disambut oleh BUMN dan swasta," demikian IdaFauziyah.