BNPB laporkan peristiwa bencana alam pada Agustus dipengaruhi curah hujan dan kekeringan

id Berita hari ini, berita riau terbaru, berita riau antara, bencana alam

BNPB laporkan peristiwa bencana alam pada Agustus dipengaruhi curah hujan dan kekeringan

Pemadam kebakaran menyemprotkan air untuk memadamkan api di desa Vila de Rei, Portugal, Senin (22/7/2019). Puluhan orang mengalami luka akibat kebakaran hutan yang terjadi di lima titik berbeda itu, termasuk korban dari petugas pemadam dan warga sipil. (ANTARA FOTO/REUTERS/Rafael Marchante/pras)

Jakarta (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan peristiwa bencana alam yang melanda sejumlah daerah pada Agustus 2021 didominasi pengaruh curah hujan dan kekeringan.

"Sepanjang Agustus, bencana hidrometeorologi masih mendominasi di wilayah Indonesia. BNPB mencatat jumlah bencana alam sebanyak 155 kejadian selama bulan tersebut," kata Plt Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari melalui pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.

Baca juga: Longsor timbun lima rumah di Ngada

Berdasarkan peta sebaran kejadian bencana, kata Muhari, hal utama yang perlu dicermati adalah kesiapsiagaan daerah terhadap kejadian bencana yang dipicu oleh fenomena alam yang berbeda yakni hidrometeorologi basah dan kering.

Menurut Muhari fenomena tersebut melanda dua provinsi di wilayah Kalimantan yang dipengaruhi oleh fenomena hidrometeorologi basah atau curah hujan yang tinggi serta hidrometeorologi kering atau kekeringan.

"Fenomena itu memicu kejadian banjir sekaligus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dengan frekuensi yang cukup tinggi di Provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan," ujarnya.

Baca juga: Badai Ida kejutkan warga New York dengan bencana banjir

Kejadian banjir di Kalimantan Tengah tercatat terjadi sebanyak tujuh kali dan karhutla 11 kali, sedangkan banjir di Kalimantan Selatan empat kali dan karhutla 10 kali kejadian.

Muhari berharap pemerintah daerah dapat melakukan upaya kesiapsiagaan hingga ke tingkat masyarakat, sebab potensi banjir dan karhutla pada suatu provinsi bergantung pada karakteristik wilayah setempat.

Kesiapsiagaan yang dimaksud harus berjenjang dari hulu ke hilir bahkan pusat ke daerah. "Dimulai dengan informasi cuaca yang berpotensi membawa bahaya banjir, banjir bandang dan tanah longsor serta karhutla pada saat bersamaan," katanya.

Baca juga: Warga Merapi utamakan pengurangan risiko dibanding penanganan bencana akibat erupsi

Pemerintah daerah, kata Muhari, akan meneruskan informasi dan upaya-upaya kesiapsiagaan kepada lingkup administrasi yang lebih kecil dan komunitas.

"Dari sini kita mengharapkan peringatan dini bisa ditindaklanjuti dengan aksi segera atau early action. Tentu saja membutuhkan informasi spesifik cuaca dari lembaga terkait, sehingga pemerintah daerah bisa lebih jelas dalam memberikan panduan kepada masyarakat, misalnya kapan, siapa dan di mana saja yang harus evakuasi," katanya.