Jakarta (ANTARA) - Komunitas masyarakat yang hidup di sekitar Gunung Merapi melakukan berbagai upaya untuk pengurangan risiko dibandingkan penanganan bencana akibat erupsi.
"Sejak 2010 kita sudah mulai melakukan evakuasi mandiri. Pembelajaran dari pengalaman kami adalah pengurangan risiko bencana menjadi lebih penting daripada penanganan bencana," kata aktivis pengurangan risiko bencana Merapi, Sukiman Mochtar Pratomo dalam webinar yang dipantau secara daring di Jakarta, Rabu.
Baca juga: Gunung Merapi luncurkan 18 kali guguran lava pijar hingga sejauh 1,5 km
Dalam webinar Journal Club #6 bertema "Menjalankan Amanat SFDRR Pasca HFA untuk Indonesia Tangguh", Sukiman berbagi pengalaman apa saja yang sudah dilakukan Komunitas Masyarakat Jalin Merapi yang awalnya hanya berupa radio komunitas lintas Merapi.
Radio Komunitas Lintas Merapi didirikan pada 2002 atas inisiatif masyarakat yang bergabung dalam organisasi Pasag Merapi, yaitu organisasi warga di empat kabupaten lingkar Merapi, yakni Magelang, Sleman, Boyolali dan Klaten. Berdirinya radio komunitas tersebut, karena masyarakat Merapi sering terlambat mendapatkan informasi tentang aktivitas Gunung Merapi.
Selanjutnya, kegiatan komunitas untuk menyampaikan berbagai informasi komunikasi yang akurat terkait Merapi terus berkembang dengan memanfaatkan berbagai media, seperti radio HT, media sosial sampai aplikasi perbincangan WhatsApp.
Baca juga: Gunung Merapi kembali luncurkan guguran lava pijar hingga sejauh 2 km
Di media sosial Twitter, masyarakat juga dapat menulis langsung tentang kondisi mereka, sehingga warga di luar Merapi tahu secara akurat terkait apa saja bantuan yang dibutuhkan. Media sosial juga menjadi media untuk melakukan audit sosial, sehingga bantuan dipastikan tepat sasaran.
Sukiman mengatakan dengan berbagai kegiatan yang mendorong penyebarluasan informasi akurat terkait Merapi tersebut, saat ini masyarakat cepat merespons informasi dan sudah terjadi literasi informasi. Selain itu, juga terjadi komunikasi dan mengerucut pada koordinasi para pihak, masyarakat, pemerintah dan swasta.
Komunitas juga menghasilkan keputusan-keputusan mandiri, seperti adanya tabungan siaga bencana, pendataan aset oleh warga, keputusan evakuasi mandiri di komunitas, keputusan perubahan rencana pengungsian saat pandemi COVID-19. Warga juga sudah memperhitungkan mitigasi bencana dalam setiap pembangunan di Merapi.
"Cara berpikir juga berubah bahwa Merapi merupakan berkah bukan serta merta ancaman bencana, tapi berkah yang harus dikelola secara baik," ujar Sukiman.
Baca juga: Awan panas guguran Gunung Merapi meluncur sejauh hingga dua kilometer