YLKI: BPOM Pekanbaru Lalai Awasi Migor Oplosan

id ylki bpom, pekanbaru lalai, awasi migor oplosan

YLKI: BPOM Pekanbaru Lalai Awasi Migor Oplosan

Pekanbaru, (antarariau.com) - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Wilayah Riau menyatakan, peredaran minyak goreng oplosan di pasaran yang sempat diungkap aparat kepolisian beberapa waktu lalu adalah bukti kecerobohan Badan Pengawas Obat dan Makanan.

"Seharusnya hal demikian jangan sampai terjadi dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sudah seharusnya memiliki pola pengawasan yang optimal," kata Direktur Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Wilayah Riau Sukardi Ali di Pekanbaru, Minggu.

Dikabarkan sebelumnya, jajaran Kepolisian Resor Kota Pekanbaru melalui Polsek Senapelan berhasil mengamankan ratusan liter minyak goreng oplosan dari tangan seorang tersangka berinisial IS (30), warga Jalan Adi Sucipto.

Pengungkapan kasus ini berawal dari laporan warga terkait beredarnya minyak goreng oplosan dengan harga relatif miring.

Pengamanan minyak goreng beserta seorang tersangka itu dilakukan pada Jumat (3/8) malam sekitar pukul 23.00 WIB.

Perwira kepolisian setempat mengatakan, ratusan liter minyak goreng oplosan itu terbagi atas 59 bagian yang tertambung dalam wadah jerigen berbagai ukuran.

Untuk barang bukti gerigen berisikan lima liter minyak goreng oplosan itu ada sebanyak 23 jeriken yang biasanya dijual dengan harga Rp50 ribu per gerigennya.

Kemudian, yakni jeriken dengan takaran 18 liter dengan jumlah mencapai tujuh jeriken yang diakui tersangka dijual seharga Rp100 ribu per jeriken.

Tersangka mengakui telah sempat beberapa kali memasarkan produk minyak goreng oplosannya tersebut ke sejumlah para pedagang pengecer yang ada di sekitar Kota Pekanbaru.

"Hal demikian yang sebenarnya sangat disayangkan. Yang menjadi pertanyaannya adalah, dimana peran BPOM selama ini," katanya.

Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Pekanbaru, I Gde Nyoman Suandi secara terpisah mengatakan pihaknya sebenarnya telah berupaya melakukan pengawasan secara intensif di sejumlah kawasan rawan peredaran pangan berbahaya dan ilegal.

"Namun upaya ini terganjal jumlah personel yang terbatas. Sehingga kami harus melakukan gelar operasi di wilayah-wilayah yang dianggap paling rawan saja," katanya.