Jakarta (ANTARA) - Praktisi klinik sekaligus relawan COVID-19, dr. Muhamad Fajri Adda'i berpendapat, pemerintah perlu membuat panduan mendetil mengenai masker kain yang direkomendasikan dipakai masyarakat.
Panduan ini memuat soal bahan masker yang sebaiknya dipilih, jumlah lapisan kain, tingkat kerapatannya, misalnya dalam bentuk infografis atau melalui iklan layanan masyarakat.
Baca juga: Dukung pemerintah tekan laju penyebaran COVID-19, IAF kolaborasi bareng Gerakan Pakai Masker
"Karena masker kain yang beredar kan sangat banyak ya. Harus dikasih lihat maskernya, bentuknya seperti apa, harus ada contoh kongkret. Masker beragam, bisa saja membuat masker sendiri. Kita support pemerintah keluarkan regulasi," ujar dia kepada ANTARA, Jumat.
Kementerian Kesehatan sebenarnya sudah mengeluarkan panduan mencegah infeksi termasuk mengenai pemakaian masker yang benar dan cara membuatnya sendiri di rumah, namun belum membahas detil mengenai bahan masker.
"Standarisasi kalau perlu," kata Fajri.
Sosialisasi mengenai masker juga perlu dilakukan secara ekstensif dan diulang-ulang, misalnya melalui iklan layanan masyarakat di televisi. Iklan ini bisa berdurasi pendek namun diulang-ulang, karena tak semua elemen masyarakat terakses media sosial.
"Perlu juga sering turun ke lapangan untuk menyentuh masyarakat yang kurang terakses media," tutur Fajri.
Belum lama ini, pemerintah melalui Juru BIcara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19, Prof. Wiku Adisasmito tidak merekomendasikan pemakaian masker scuba karena tidak mampu melindungi diri dari penularan virus SARS-CoV2 penyebab COVID-19. Masker scuba hanya terdiri dari satu lapisan kain elastis dan cenderung bisa menjadi longgar saat dipakai.
Menurut Fajri, masker ini tidak efektif melindungi diri dari paparan virus karena berbahan neoprene, cenderung elastis sehingga jika ditarik pori-pori kain akan membesar.
"Padahal kita butuh kemampuan fitrasinya," ujar dia.
Pihak PT KCI bahkan pernah mengimbau para penumpang KRL commuterline tidak mengenakan masker ini.
Terkait ini, menurut Fajri bisa saja pemerintah akhirnya membuat regulasi mengenai masker scuba.
Masker termasuk kain telah terbukti secara ilmiah mampu menurunkan risiko penularan COVID-19 bahkan 85-90 persen, jika dipakai secara benar dan tepat memilih jenis bahannya.
Kain yang direkomendasikan salah satunya katun cult tiga lapis dengan kerapatan 180 benang per inci. Selain itu, bisa juga masker sutra karena ada kemampuan untuk mencegah masuknya partikel-partikel halus, atau sifon yang dipadukan dengan katun.
"Pakai masker harus pas. Kalau pakai masker jangan dilepas-lepas, kalau mau dilepas pergi ke tempat kosong. Melepasnya dari belakang. Jangan dilepas saat ada orang lain," jelas dia.
Selain itu, saat berada di moda transportasi umum sebaiknya tak perlu berbicara apalagi tertawa untuk mengurangi risiko droplet yang bisa saja mengandung virus penyebab COVID-19 dari Anda tersebar ke orang lain.
"Di bus, kereta jangan banyak bicara dan tertawa, supaya tidak banyak (droplet) yang ditumpahkan juga. Kita tidak bisa selalu menjaga jarak, (saat berada di sarana angkutan umum)," demikian kata Fajri.
Baca juga: Robocop COVID, petugas razia masker dengan cara yang ramah
Baca juga: Pemkab Solok denda Rp250 ribu kepada warga tak pakai masker
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Berita Lainnya
Rinitis alergi tidak kunjung sembuh waspada penyakit penyerta atau multimorbiditas
25 April 2024 17:01 WIB
Seorang ibu di Zambia berhasil menyelamatkan balitanya dari serangan macan tutul
25 April 2024 16:41 WIB
Menhub Budi Karya siap fasilitasi investasi Jepang pada proyek TOD MRT Jakarta
25 April 2024 16:22 WIB
Wapres: Identifikasi faktor penghambat percepatan penurunan prevalensi stunting
25 April 2024 16:05 WIB
WhatsApp uji coba fitur baru telepon tanpa perlu simpan kontak
25 April 2024 15:55 WIB
Album baru Taylor Swift lewati 1 miliar streaming di platform Spotify
25 April 2024 15:41 WIB
Erick Thohir lanjutkan kerja sama dengan pelatih STY untuk timnas hingga 2027
25 April 2024 15:30 WIB
Mendag Zulkifli Hasan imbau masyarakat tak khawatir nilai rupiah karena devisa kuat
25 April 2024 15:20 WIB