Jakarta (ANTARA) - Anggota Badan Legislasi DPR RI Mulyanto menyatakan, pemerintah perlu mencari terobosan dan regulasi yang inovatif dalam rangka mengatasi permasalahan defisit perumahan yang masih terjadi di berbagai daerah.
"Saya minta pemerintah dapat mencari terobosan baru dalam aspek regulasi, agar terkait persoalan defisit perumahan untuk MBR (masyarakat berpenghasilan rendah) serta hunian berimbang ini dapat benar-benar terwujud," kata Mulyanto dalam rilis di Jakarta, Jumat.
Baca juga: Kementerian PUPR akan gelar akad massal rumah subsidi di pameran virtual
Menurut dia, pasal-pasal yang ada dalam RUU Cipta Kerja inisiatif Pemerintah terkait soal defisit perumahan serta hunian berimbang terkesan hanya perubahan nomenklatur, bukan soal yang subtansial sebagai solusi masalah perumahan nasional.
Ia mengingatkan bahwa persoalan utama yang dihadapi saat ini adalah penyediaan rumah untuk MBR terutama yang berpenghasilan tidak tetap.
"Berdasarkan data Kementerian PUPR, backlog perumahan mencapai 7,64 juta unit per awal 2020 yang terdiri atas 6,48 juta rumah untuk MBR non-fixed income, serta 1,72 juta unit rumah untuk MBR fixed income, dan 0,56 juta unit rumah untuk non-MBR," ujarnya.
Dilaporkan juga, lanjutnya, bahwa saat ini terdapat 30 persen rumah susun sederhana sewa (rusunawa) kosong di tengah adanya defisit rumah di atas.
"Ini kan aneh. Terjadi ketidaksesuaian, dimana di satu sisi defisit rumah masih besar, sementara di sisi lain, masih ada rusunawa yang kosong penghuni. Ini soal pengelolaan yang tidak pas, yakni pembangunan rusunawa di tempat yang tidak cocok dengan kebutuhan masyarakat," kata Mulyanto.
Menurut Mulyanto, Pemerintah harus bekerja keras untuk merumuskan RUU Cipta Kerja terkait dengan sektor perumahan ini. Jangan berhenti sekedar pada penyesuaian nomenklatur perizinan berusaha yang meliputi keringanan sanksi menjadi sekedar sanksi administratif, serta mereduksi kewenangan Pemerintah Daerah.
Sebelumnya, Real Estat Indonesia (REI) mengusulkan pemerintah dapat mempermudah perizinan guna mengatasi dampak pandemi dan mengantisipasi dampak resesi terhadap kinerja pelaku usaha sektor properti.
"Gerak cepat pemerintah sangat diperlukan. Permudah perizinan. Kita tentu tidak berharap terjadi resesi. Pengembang harus kerja sangat keras untuk bisa bertahan," kata Ketua DPD REI DKI Jakarta Arvin F. Iskandar.
Menurut Arvin, akibat pandemi kondisi sebagian besar anggota terutama di DKI Jakarta semakin melemah akibat penurunan aktivitas ekonomi seperti tingkat penjualan jatuh, sedangkan biaya yang dikeluarkan tetap.
Arvin mengutarakan harapannya kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menggairahkan bisnis real estat dengan memberikan keringanan pajak hotel dan restoran dalam menghadapi pandemi virus corona.
"Kami meminta otoritas berwenang mempertimbangkan stimulus agar jangan sampai pengembang mengalami kesulitan untuk membayar kredit. Beri kami ruang gerak dulu, minimum sampai akhir tahun," kata Arvin.
Baca juga: Pertamina Dumai karantina komplek perumahan usai delapan warga terpapar COVID-19
Baca juga: Mendambakan dana murah dari Tabungan Perumahan
Pewarta: M Razi Rahman