Misteri buku pink dan uang di balik lemari Amril Mukminin

id Pekanbaru, korupsi, Riau,Amril, amril mukminin, sidang amril

Misteri buku pink dan uang di balik lemari Amril Mukminin

Sidang lanjutan dugaan gratifikasi Bupati Bengkalis non aktif Amril Mukminin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pekanbaru, Kamis. (ANTRA/Anggi Romadhoni)

Pekanbaru (ANTARA) - Sidang lanjutan dugaan tindak pidana korupsi dengan terdakwa Bupati Bengkalis nonaktif Amril Mukminin mengungkap keberadaan buku merah muda dan uang ratusan juta di balik lemari yang disita komisi pemberantasan korupsi (KPK).

Buku merah muda dan uang itu menjadi salah satu barang bukti yang disita lembaga anti rasuah tersebut. Kedua barang bukti itu menjadi materi yang menarik pada sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pekanbaru, Kamis.

Adalah Riki Rihardi, adik kandung Bupati Bengkalis yang menjadi saksi dalam persidangan lanjutan itu. Riki diketahui pernah menjadi orang penting di Negeri Junjungan, julukan Kabupaten Bengkalis sebagai Kabag Umum Sekretariat Daerah Kabupaten (Setdakab) Bengkalis.

Kini, dia juga masih memiliki jabatan sebagai camat Mandau, salah satu kecamatan penyumbang pendapatan besar bagi kabupaten Bengkalis dari sektor minyak dan gas bumi.

Kepada majelis hakim yang dipimpin Lilin Herlina, Riki melalui sambungan video jarak jauh bersaksi ihwal buku pink dan uang Rp805 juta yang ditemukan KPK saat penggeledahan di rumah dinas Bupati Bengkalis beberapa waktu silam.

"Pada waktu penggeledahan, ada ditemukan uang sebanyak Rp805 juta di kamar yang saudara tempati di Rumah Dinas Bupati Bengkalis. Dengan rincian uang Rp100 ribu 5.000 lembar, Rp50 ribu 6.100 lembar ditemukan di belakang lemari di kamar saudara. Itu uang apa," tanya jaksa KPK, Febby Dwi Andospendy.

"Itu uang Pak Amril yang diserahkan secara bertahap kepada saya," jawab Riki.

Belakangan, keterangan itu berbeda dengan berita acara pemeriksaan (BAP) KPK. Dalam kesaksian sebelumnya, Riki mengaku bahwa uang tersebut adalah miliknya.

"Saat saya di BAP saya teringat abang saya (Amril Mukminin), yang sudah menjaga saya dari kecil. Saya bermaksud meringankan dan membantu abang saya. Makanya saya sampaikan saat di BAP itu uang saya," terangnya.

"Di BAP, uang itu saya bilang uang yang saya kumpulkan dari hasil PL (Penunjukan Langsung). Termasuk uang terima kasih dari Adrizal, salah satu kontraktor di Bengkalis, setelah selesai kerjakan PL," sambungnya.

Mendengar hal itu, jaksa KPK langsung menanyakan mengenai BAP yang disusun penyidik KPK saat Riki diperiksa sebagai saksi. Terkait hal ini, Riki mencabut BAP-nya.

"Jadi mana yang benar," tanya jaksa KPK.

"Yang saya sampaikan hari ini," jawab Riki.

"Keterangan saudara ini aneh bagi saya. Sulit dimengerti. Nanti kami nilai lagi," ujar jaksa KPK.

Tidak sampai di situ, Feby kemudian menanyakan mengenai Adrizal yang disebut sebagai kontraktor di Bengkalis. "Kenapa kambing hitamkan Adrizal," tanya Feby.

"Itu yang terpikir," jawab Riki.

Jaksa KPK kemudian menanyakan uang yang disimpannya di belakang lemari. "Kenapa disimpan di belakang lemari," tanya Feby.

"Itu yang paling aman menurut saya," jawab Riki.

Setelah soal uang, jaksa KPK melanjutkan pertanyaan terkait buku berwarna merah muda yang disita oleh tim KPK saat penggeledahan. Buku itu berisi catatan keuangan dan kegiatan Penunjukan Langsung (PL).

"Betul itu ada," tanya jaksa KPK.

"Betul," jawab Riki singkat.

Sementara itu, saksi lainnya, Syahrun yang merupakan ajudan Amril Mukminin mengklaim uang yang disita KPK sebanyak Rp 1,9 Miliar dari rumah dinas bukan hasil korupsi.

"Uang itu untuk anak yatim, fakir miskin, tukang becak, tukang parkir dan keperluan operasional," kata Syahrun, saat ditanya jaksa KPK.

Dalam sidang sebelumnya, Amril Mukminin didakwa Jaksa KPK dalam perkara dugaan gratifikasi dari PT Citra Gading Asritama (CGA), kontraktor yang memenangkan pembangunan jalan lintas Sungai Pakning - Duri, Bengkalis. Jumlahnya beragam. Ada yang Rp5,2 miliar, dan ada juga sebanyak Rp23,6 miliar lebih.

Atas perbuatannya, Amril dijerat dalam Pasal 12 huruf a, Pasal 11, dan Pasal 12B ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto, Pasal 64 ayat (1) KUHP.