Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan dunia membutuhkan lebih dari 8 triliun dolar AS untuk menangani dan mengatasi dampak COVID-19 dari sisi kesehatan, sosial, serta ekonomi.
"Dalam hitungan International Monetary Fund (IMF) lebih dari 8 triliun dolar AS adalah sumber daya yang digunakan untuk menangani dan mengatasi COVID-19," kata Sri Mulyani dalam diskusi daring di Jakarta, Kamis.
Baca juga: Menteri Keuangan Sri Mulyani paparkan realisasi anggaran Program Pemulihan Ekonomi
Sri Mulyani menyatakan jumlah tersebut merupakan delapan kali Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan sekitar 10 persen dari PDB global.
Ia menuturkan seluruh negara di dunia terus berusaha mencari titik keseimbangan dalam mengatasi COVID-19 yaitu antara pemulihan di bidang kesehatan maupun ekonomi masyarakat.
Hal itu mengingat jumlah kasus COVID-19 yang terus bertambah hingga 23,6 juta orang dengan kematian mencapai lebih dari 814.000 orang dan belum terdapat tanda-tanda akan selesai.
Sementara jumlah kasus di Indonesia hingga 26 Agustus 2020 telah mencapai 160.165 orang dengan 6.944 orang meninggal dan 37.812 orang masih dirawat.
Menurut Sri Mulyani, pandemi COVID-19 merupakan bencana kemanusiaan yang mempengaruhi seluruh faktor paling dalam di kehidupan masyarakat mulai dari interaksi secara sosial, politik, kultural, serta ekonomi.
"Jutaan pekerja kehilangan pendapatan atau pekerjaannya dan banyak perusahaan mengalami kebangkrutan. Seluruh dunia melakukan kebijakan countercyclical," ujar Sri Mulyani.
Ia menyebutkan semua ekonomi negara mengalami tekanan dan banyak yang terkontraksi mencapai dua digit sehingga mereka terus melakukan kebijakan countercyclical.
"Indonesia juga mengalami kontraksi ekonomi pada kuartal kedua 2020 yaitu minus 5,3 persen," ujar Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengatakan kontraksi yang dialami oleh Indonesia terjadi karena konsumsi masyarakat, investasi, serta kegiatan ekspor dan impor menurun sangat tajam.
Oleh sebab itu Sri Mulyani mengatakan pemerintah Indonesia membuat langkah-langkah seperti mengeluarkan UU 2/2020, menaikkan batas defisit menjadi 6,34 persen, dan merevisi anggaran melalui Perpres 72/2020.
Tak hanya itu, pemerintah juga membuat Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang mencakup bidang kesehatan, pemberian bansos, membantu UMKM, mendukung korporasi dan sektoral maupun perekonomian daerah.
"Kita memahami dalam situasi yang luar biasa, emergency, dan urgensi maka kecepatan menjadi sangat penting namun harus tetap akuntabel," tegasnya.
Baca juga: Sri Mulyani bebaskan PPN bahan baku kertas untuk media massa mulai Agustus
Baca juga: Sri Mulyani katakan penilaian Fitch bukti kebijakan ekonomi di jalur tepat
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Berita Lainnya
Nilai tukar rupiah melemah tajam karena The Fed beri pernyataan sangat "hawkish"
19 December 2024 10:35 WIB
Direksi BRK Syariah bersama Wamen Dikdasmen RI hadiri Milad ke-112 Muhammadiyah
19 December 2024 10:16 WIB
Mensos-Menko Pemberdayaan Masyarakat percepat nol kemiskinan ekstrem di Indonesia
18 December 2024 17:19 WIB
Kemenag berhasil raih anugerah keterbukaan informasi publik
18 December 2024 17:00 WIB
Dokter menekankan pentingnya untuk mewaspadai sakit kepala hebat
18 December 2024 16:37 WIB
Indonesia Masters 2025 jadi panggung turnamen terakhir The Daddies
18 December 2024 16:28 WIB
Menko Pangan: Eselon I Kemenko Pangan harus fokus pada percepatan swasembada pangan
18 December 2024 16:13 WIB
ASEAN, GCC berupaya perkuat hubungan kerja sama kedua kawasan
18 December 2024 15:57 WIB