Jakarta (ANTARA) - Indonesia menjadi negara menyumbang pertumbuhan energi terbarukan terbesar di dunia antara lain tercermin dari peningkatan produksi biodieselsebesar 13 persen, mengalahkan Amerika Serikat yang mengalami penurunan produksi biodieselsekitar 7 persen.
Indonesia juga meluncurkan mandat untuk mencampur biodiesel 30 persen dalam bensin (B30, naik dari persyaratan 20 persen sebelumnya) yang merupakan bauran wajib tertinggi di dunia.
Baca juga: Perovskite, potongan jawaban energi terbarukan dimasa depan
Berdasarkan data Laporan Status Global Terbarukan 2020 yang dirilis REN21, dihimpun Antara Jakarta, Rabu, secara keseluruhan, Indonesia menyumbang pengembangan biodiesel di dunia dalam rangka peningkatan energi baru terbarukan.
“Tahun demi tahun kami melaporkan keberhasilan demi keberhasilan di sektor energi terbarukan yang mengalahkan bahan bakar lain dalam hal pertumbuhan dan daya saing.
Tetapi laporan kami juga mengirim sinyal peringatan yang jelas bahwa kemajuan di sektor kelistrikan hanya bagian kecil dari situasi yang sesungguhnya. Jika kita tidak mengubah seluruh sistem energi, kita menipu diri kita sendiri,” kata Direktur Eksekutif REN21 Rana Adib.
Selain itu, harapan mengenai energi terbarukan terus meningkat dan membuat kemajuan. Namun di saat bersamaan, arah menuju bencana iklim juga terus berlanjut - kecuali bila ada langkah konkret untuk segera beralih ke energi yang efisien dan terbarukan di semua sektor setelah pandemi COVID-19.
Untuk pembangkit panas bumi, diperkirakan ada 0,7 GW kapasitas baru yang mulai beroperasi pada 2019, menjadikan total global sekitar 13,9 GW. Seperti tahun 2018, Turki dan Indonesia memimpin dengan instalasi baru, diikuti oleh Kenya; bersama-sama ketiga negara mewakili tiga perempat instalasi baru secara global.
Laporan REN21 menunjukkan, keberhasilan energi terbarukan di sektor kelistrikan tidak dibarengi dengan kesuksesan di sektor lain seperti pemanasan, pendinginan, dan transportasi. Menurut laporan tersebut, hambatannya masih hampir sama dengan 10 tahun lalu. “Kita harus berhenti memanaskan rumah kita dan mengendarai mobil kita dengan bahan bakar fosil,” ujar Adib.
Setelah penurunan ekonomi yang luar biasa akibat COVID-19, International Energy Agency (IEA) memperkirakan bahwa emisi CO2 terkait energi akan turun hingga 8 persen tahun ini. Tetapi emisi tahun 2019 tetap yang tertinggi yang pernah ada, dan penurunan akibat pandemi itu hanya sementara. Sementara, untuk memenuhi target Perjanjian Paris membutuhkan penurunan tahunan setidaknya 7,6 persen selama 10 tahun ke depan.
Adib mengatakan, sekalipun kebijakan lockdown berlanjut selama satu dekade, perubahan itu tidak akan cukup. Dengan sistem dan aturan pasar saat ini, dibutuhkan komitmen dunia selamanya untuk mendekati sistem tanpa karbon.
Baca juga: Mengolah sampah menjadi energi terbarukan
Baca juga: PTPN V Optimalkan peremajaan sawit dukung program energi terbarukan
Pewarta : Afut Syafril Nursyirwan
Berita Lainnya
Menteri ESDM Bahlil sebut kenaikan PPN 12 persen tak pengaruhi harga BBM
19 December 2024 16:58 WIB
Prof Haedar Nashir terima anugerah Hamengku Buwono IX Award dari UGM
19 December 2024 16:35 WIB
NBA bersama NBPA hadirkan format baru untuk laga All-Star 2025
19 December 2024 16:16 WIB
PPN 12 persen, kebijakan paket stimulus dan dampak terhadap ekonomi
19 December 2024 15:53 WIB
Pertamina Patra Niaga siap lanjutkan program BBM Satu Harga di 2025
19 December 2024 15:47 WIB
BNPT-PBNU sepakat terus perkuat nilai Pancasila cegah ideologi radikalisme
19 December 2024 15:38 WIB
Maskapai Garuda Indonesia tambah pesawat dukung operasional di liburan
19 December 2024 15:19 WIB
Kemenekraf berkolaborasi untuk bantu promosikan produk kreatif
19 December 2024 14:52 WIB