Eksploitasi Ladang Minyak Pendalian Terkendala Pembebasan Lahan

id eksploitasi ladang, minyak pendalian, terkendala pembebasan lahan

Pekanbaru, 13/4 (ANTARA) - PT Sumatera Persada Energi (SPE) terkendala pembebasan lahan kebun kelapa sawit milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) V yang berlarut-larut, untuk dapat mengeksploitasi ladang minyak Pendalian di Blok Kampar Barat, Provinsi Riau.

"Sumur sudah ada tapi tak bisa berproduksi karena pembebasan lahan dengan PTPN belum tuntas," kata Manajer Operasional SPE, Freddy Sumolang, di Pekanbaru, Rabu.

SPE telah membangun tiga sumur di Lapangan Pengendalian di Kabupaten Rokan Hulu. Namun, proses pembebasan lahan dengan PTPN V tak kunjung selesai selama tujuh bulan terakhir.

"Kami terpaksa mengundur jadwal eksploitasi dari target semula pada 1 April tahun ini, menjadi bulan Juni," ujarnya.

Masalah tersebut berawal dari tumpang tindih regulasi pertambangan dan perkebunan. Daerah konsesi SPE di ladang Pendalian ternyata sudah ada izin perkebunan PTPN V yang dipenuhi pohon kelapa sawit berusia 10 tahun lebih.

SPE sebenarnya sudah menyepakati harga ganti rugi untuk kebun sawit PTPN V seluas 4,5 hektare dengan harga Rp3,4 miliar, meski nilai itu jauh lebih tinggi dari kesepakatan semula yakni Rp1,7 miliar. Namun, proses pembebasan lahan berjalan lama karena perlu mengikuti prosedur birokrasi berupa pelepasan aset negara, yang harus mendapat izin dari Menteri BUMN.

"Meski izin dari Kementerian ESDM sudah lengkap, tapi kami belum bisa berbuat apa-apa karena kendala pembebasan lahan," katanya.

Komisaris Utama SPE, Bambang P Wahyudi, berharap pemerintah segera menanggapi masalah tumpang tindih regulasi itu secara serius. Sebabnya, ia menilai kontraktor migas membutuhkan kepastian hukum dalam berinvestasi.

"Harus ada keseriusan dan satu pandangan dari lintas kementerian di pemerintah pusat," katanya.

SPE mendapat hak untuk mengelola blok Kampar Barat sejak 2006. Cadangan minyak di wilayah tersebut diperkirakan mencapai 10 juta hingga 12 juta barel.

Luas wilayah kerja perusahaan di blok itu mencapai sekitar 290 ribu hektare yang berada di dua provinsi, yakni Riau dan Sumatera Utara. Khusus di Riau, lokasinya berada di Kabupaten Rokan Hulu dan Kampar.

Tumpang tindih regulasi itu, lanjut Bambang, juga mengancam target produksi minyak nasional. Pencapaian target produksi minyak terganggu pada tahun ini, yang ditetapkan dalam APBN sebesar 970.000 barel per hari (bph). Namun, hingga kini rata-rata produksi nasional baru mencapai kisaran 908.000 bph.