Pekanbaru, 19/11 (ANTARA) - Perambah telah mencaplok dan mengkonversi hutan hingga sekitar 28.000 hektare di Taman Nasional (TN) Tesso Nilo di Provinsi Riau, sehingga mengancam kelestarian kawasan konservasi tersebut.
"Luas areal yang dirambah mencapai 28 ribu hektare," kata Kepala Balai TN Tesso Nilo Hayani Suprahman ketika dihubungi ANTARA dari Pekanbaru, Jumat.
Taman Nasional Tesso Nilo merupakan kawasan konservasi dataran rendah yang menjadi habitat asli bagi sekitar 100 ekor gajah Sumatra (elephant maximus sumatranus).
Kementerian Kehutanan menetapkan Tesso Nilo sebagai taman nasional pada 19 Juli 2004. Kawasan ini semula memiliki luas 38.576 hektare dan pada 2009 diperluas menjadi 83.000 hektare. Namun, dari luasan itu, sekitar 30 persen atau mencapai 28.000 hektare telah rusak akibat dirambah.
Menurut Hayani, perambahan hingga kini masih menjadi ancaman serius bagi kawasan konservasi itu. Ancaman tersebut dikhawatirkan bakal merusak alam Tesso Nilo yang memiliki koleksi 360 jenis flora yang tergolong dalam 165 marga dan 57 suku.
Selain itu ,terdapat juga 107 jenis burung, 23 jenis mamalia, tiga jenis primata, 50 jenis ikan, 15 jenis reptilia dan 18 jenis amfibia.
Ia mengatakan hingga kini sedikitnya 1.500 kepala kelurga (KK) masih menduduki kawasan Tesso Nilo, terutama yang masuk di Kabupaten Pelalawan. Mereka umumnya membuka perkebunan kelapa sawit hingga perkampungan.
Balai kesulitan
Pihak Balai TN Tesso Nilo masih kesulitan mengusir para perambah tersebut, meski pendekatan persuasif terus dilakukan.
"Kebanyakan perambah adalah orang bayaran yang diupah oleh pemodal besar," katanya.
Menurut dia, wilayah yang paling banyak dirambah yakni di daerah Toro, Pontian Mekar dan Lubuk Batu Jaya, Bagan Limau di Kecamatan Ukui.
Sementara itu, warga Desa Bagan Limau, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan termasuk yang paling ngotot agar kawasan mereka dikeluarkan dari TN Tesso Nilo. Warga beralasan pada Peraturan Daerah (Perda) pembentukan desa tersebut dari Pemerintah Kabupaten Pelalawan pada 2007, yang tumpang tindih dengan Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan No. 255 tahun 2004 tentang penetapan Taman Nasional Tesso Nilo.
Akibatnya, sekitar 99,5 persen dari wilayah administrasi desa perluasan yang mencapai 12.000 hektare ternyata berada di dalam Tesso Nilo.
"Saya juga merasa aneh, luas desa kok sampai 12 ribu ha," ujar Hayani.
Ia mengatakan pihak Balai TN Tesso Nilo sudah berkomitmen tak akan mengakomodasi atau menyetujui permintaan para perambah untuk menguasai kawasan konservasi itu.
"Yang jelas, kami tidak akan mengakomodasi permintaan tersebut karena akan menjadi preseden buruk. Bila dikabulkan nanti yang lainnya akan meminta hal sama," tegas Hayani.