Jakarta, 12/10 (ANTARA) - Pengundulan hutan Lindung Bukit Batabuh di Kecamatan Kuantan Mudik, Kabupaten Kuantan Singingi, Riau, yang merupakan kawasan habitat harimau Sumatra (Phantera tigris sumatrae) terekam kamera video otomatis (camera trapping) yang dipasang WWF di kawasan Bukit Betabuh.
Dalam releas WWF yang di terima ANTARA Riau, Selasa, menjelaskan Bukit Betabuh merupakan kawasan penting perlintasan harimau Sumatera yang menghubungkan antara lansekap Bukit Tigapuluh dan Suaka Margasatwa Rimbang Baling, Provinsi Riau.
Kamera video otomatis ini berhasil merekam bukti adanya ancaman serius bagi keberadaan satwa dilindungi ini. Dalam rekaman video dan foto yang didokumentasikan antara bulan Mei sampai dengan Juni 2010 diantaranya tampak seekor harimau jantan berjalan mendekati kamera dan mengendusnya.
Seminggu kemudian, di lokasi yang sama, kamera otomatis bersensor panas itu mendokumentasikan sebuah alat berat bulldozer sedang membuka jalan untuk pengembangan kebun sawit. Dalam waktu kurang dari 24 jam, kamera yang sama kembali merekam gambar seekor harimau melintasi kawasan hutan yang telah gundul yang sebelumnya dilewati oleh bulldozer.
Kawasan Bukit Batabuh dikategorikansebagai Kawasan Lindung dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) Riau tahun 1994 dan dikategorikan sebagai kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) tahun 1986 –dan kawasan HPT tersebut belum dikenakan hak/ izin pengelolaan oleh perusahaan manapun.
"Terlepas dari status lahan yang mengacu pada RTRWP 1994 atau TGHK 19986 kawasan tersebut tidak dapat dibuka untuk perkebunan sawit, sehingga kegiatan pembukaan lahan , termasuk pembukaan jalan dengan buldozer di kawasan tersebut memiliki indikasi kuat merupakan kegiatan illegal,” kata Ian Kosasih, Direktur Program Hutan dan Spesies WWF-Indonesia.
Investigasi dan tindakan penegakan hukum terhadap pelaku yang terbukti melakukan kegiatan illegal harus segera dilakukan oleh para pihak terkait. Selain itu, untuk memutus mata rantai kegiatan illegal tersebut, semestinya perusahaan pengolah minyak sawit juga tidak membeli dari petani atau perusahaan yang mengembangkan perkebunan sawitnya secara ilegal.
Sejak pertengahan 2009 WWF memasang kamera video otomatis di kawasan Bukit Batabuh untuk mempelajari distribusi, perilaku, dan ancaman yang dihadapi oleh Harimau Sumatera di koridor satwa antara dua habitat penting Suaka Margasatwa Rimbang Baling dan Taman Nasional Bukit Tigapuluh.
“Rekaman video jejak tersebut merupakan bukti ilmiah bahwa Hutan Lindung Bukit Batabuh merupakan habitat penting harimau Sumatera di Riau dan merupakan koridor satwa diantara Lansekap Prioritas Harimau Bukit Tigapuluh dan Suaka Margasatwa Rimbang Baling, sehingga kawasan lindung ini, menjadi prioritas untuk dilindungi,” kata Ir. M. Awriya Ibrahim, M,Sc Direktur Penyidikan dan Perlindungan Hutan Ditjen PHKA Kementrian Kehutanan.
Ia melanjutkan pembukaan hutan yang berlangsung di kawasan ini sangat mengancam keberlangsungan hidup satwa langka tersebut karena berpotensi mengurangi habitat alami serta memicu konflik antara manusia dan harimau yang sangat merugikan kedua belah pihak.
"Kami mengajak semua pihak terkait baik pemerintah daerah propinsi/kabupaten, perusahaan swasta, maupun masyarakat untuk mendukung upaya perlindungan kawasan ini. Kementrian Kehutanan akan mengambil tindakan tegas, jika kegiatan di kawasan tersebut terbukti melanggar hukum," katanya.
Lokasi dimana harimau dan buldozer terekam video Mei 2010 lalu hanya berjarak sekitar 200 meter dari video yang dipasang pada Oktober 2009 di lokasi tempat induk dan dua anak harimau yang sebelumnya terekam kamera.
Perlindungan terhadap habitat kritis harimau merupakan komitmen Indonesia dalam Rencana Aksi dan Strategi Konservasi Harimau Sumatera 2007 dan Rencana Pemulihan Harimau Indonesia (National Tiger Recovery Plan Indonesia) yang disampaikan dalam Pre-Tiger Summit Partners Dialogue Meeting di Bali Juli lalu. Dalam pertemuan yang dihadiri oleh 13 negara yang merupakan sebaran harimau tersebut, dibahas mengenai rencana bersama untuk mendua-kali-lipatkan populasi harimau dunia di alam pada tahun 2022. Keputusan final dari rencana tersebut akan disepakati dalam pertemuan tingkat kepala negara Global Tiger Summit di Russia 21-24 November mendatang.
“Komitmen pemerintah Indonesia untuk meningkatkan perlindungan keanekaragaman hayatinya, termasuk melalui pengembangan tata ruang berbasis ekeosistim yang disampaikan dalam forum-forum internasional, seperti Pre Tiger Summit Partners Dialogue Meeting di Bali bulan Juli lalu dan Konferensi Keanekaragaman Hayati COP CBD di Nagoya18-28 Oktober ini, dalam implementasinya harus mendapat dukungan dari pihak-pihak terkait baik di tingkat propinsi/kabupaten. Termasuk dalam menyelesaikan permasalahan tata ruang yang masih tumpang tindih,” kata Chairul Salah, Sekjen Forum Tata Ruang Pulau Sumatera (ForTRUST).
Menurut dia, ketersediaan habitat yang memadai disertai dengan perlindungan populasi secara optimal, memungkinkan harimau Sumatera untuk berkembang biak secara alami dengan ketersedian sumber pakan yang juga memadai, sehingga resiko persinggungan ruang atau konflik dengan manusia pun dapat dihindari.
“Dalam konteks ini revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Riau yang mengacu pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dengan memperhatikan kelestarian ekosistim, termasuk mengakomodasi ruang bagi harimau Sumatera menjadi sangat mendesak untuk dilakukan," katanya.
Kegiatan pembukaan lahan untuk kebun sawit di kawasan tersebut terus berlangsung sehingga dikhawatirkan menimbulkan konflik manusia-harimau. Hal ini diperkuat dengan pengakuan para pekerja sawit di kawasan tersebut yang sering menemukan jejak harimau di sekitar areal kerja mereka.
Tingginya laju pembukaan lahan di Riau mendorong WWF mempercepat proses penghitungan populasi harimau Sumatra di provinsi ini. Selain pembukaan lahan, populasi harimau di Bukit Betabuh juga terancam oleh perburuan liar. Pada bulan Maret saja, Unit Patroli Harimau WWF bekerjasama dengan BBKSDA Riau berhasil mengamankan lebih dari 110 jerat harimau di kawasan Bukit Betabuh.
Saat ini populasi harimau sumatra di Indonesia diperkirakan hanya sekitar 400 individu, yaitu sekitar 12 persen dari total populasi harimau di dunia. Kondisi ini menempatkan Indonesia sebagai negara kunci dalam pelestarian harimau di dunia. Ancaman utama kepunahan harimau dunia mencakup hilang dan terfragmentasinya habitat yang tidak terkendali, berkurangnya jumlah mangsa alami, perburuan dan perdagangan ilegal, serta konflik dengan masyarakat yang tinggal di sekitar habitat harimau.***