Jikalahari minta perusahaan ini lindungi habitat harimau sumatera

id Harimau sumatera,jikalahari, riau, harimau sumatera, arara abadi

Jikalahari minta perusahaan ini lindungi habitat harimau sumatera

Dokumen - Harimau pemangsa sapi warga Bahorok diambil dengan kamera trap. (ANTARA/HO-BKSDA)

Provinsi Riau (ANTARA) - Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) meminta PT Arara Abadi dan APP Grup untuk melindungi habitat harimau sumatera dari aksi pemburu liar yang memasang jerat dalam konsesi perusahaan tersebut.

"Sebab aksi pemburu liar jika dibiarkan justru akan mengancam punahnya satwa dilindungi itu karena sudah banyak harimau dan bahkan gajah sumatera tersebut ditemukan mati di dalam konsesi PT Arara Abadi di Bentang Giam Siak Kecil di Kabupaten Siak, dan Bengkalis," kata Made Ali, Koordinator Jikalahari di Pekanbaru, Rabu.

Permintaan tersebut disampaikannya terkait temuan Jikalahari pada 2016 seekor gajah betina umur 25 tahun mati dalam kubangan air di Distrik II Duri. November 2019 seekor gajah gajah jantan umur 40 tahun mati dengan kepala terpisah dari badannya juga di konsesi PT Arara Abadi Distrik II Duri.

Menurut dia, di Riau selain Taman Nasional Tesso Nilo, Taman Nasional Bukit Tiga Puluh dan SM Kerumutan, SM Giam Siak Kecil (GSK) juga merupakan kantong gajah dan harimau sumatera. Luas SM GSK sekitar

77.971 hektare sedangkan blok GSK seluas 888.965 hektare.

"SM GSK di kelilingi oleh 7 anak perusahaan APPGrup. Perusahaanya, PT Arara Abadi, PT Balai Kayang Mandiri, PT Bukit Batu Hutani ALam, PT Riau Abadi Lestari, PT Rimba Mandau Lestari, PT Satria Perkasa Agung dan PT Sekato Pratama Makmur. Total luas konsesi APPGrup di blok GSK seluas 287.204 hektare," katanya.

Sementara itu, katanya lagi, keberadaan korporasi APPGrup mengakibatkan deforestasi di blok GSK dan menghancurkan habitat harimau sumatera dan gajah yang ada.

Hasil analisis Jikalahari pada 2019, dari 888.965 hektare luas blok GSK, saat ini hanya tinggal 137.265 hektare hutan alam.

"Secara langsung maupun tak langsung, PT Arara Abadi termasuk APP Grup turut serta melakukan pemusnahan satwa liar dilindungi oleh hukum Indonesia karena membiarkan pemburu masuk ke

konsesinya, juga telah merusak hutan alam sebagai habitat satwa liar,” kata Made Ali.

Sebelum kematian harimau sumatera di konsesi PT Arara Abadi pada 18 Mei 2020, di lokasi APPGrup sering terjadi konflik antara manusia dan harimau. Pertama pada 23 Mei 2019, M Amri meninggal di

kanal sekunder 41 konsesi PT Riau Indo Agropalma (RIA) APP Grup, Desa Tanjung Simpang, Pelangiran, Indragiri Hilir.

Kedua, pada 25 Agustus 2019, Darmawan alias Nang berusia 36 tahun itu tewas diterkam harimau di areal PT Bhara Induk (APP Grup), Dusun Sinar Danau, Desa Tanjung Simpang, Kecamatan Pelangiran.

Ketiga pada 24 Oktober 2019, Wahyu Kurniadi asal Aceh yang bekerja di perusahaan kontraktor PT Kencholin Jaya rekanan PT RIA (APP Grup), kena terkam di areal kerja RIA petak RIA 021301, Kecamatan Pelangiran, Indragiri Hilir.

Keempat, pada 30 Januari 2020, Darmawan, 42 tahun tewas dimangsa harimau sumatera saat mencari kayu di konsesi PT Bhara induk (APP Grup), Desa Tanjung Simpang, Kecamatan Pelangiran, Inhil.

"Kejadian berulang tiap tahun ini perlu segera direspon oleh Menteri LHK berupa mereview perizinan HTI APP grup di Riau berupa IUPHHKHT, izin Lingkungan, AMDAL," katanya.

Baca juga: Pemburu semakin leluasa manfaatkan wabah COVID-19, begini penjelasan Forum HarimauKita

Baca juga: BBKSDA Riau akan periksa perusahaan dalam penyelidikan kematian harimau