Pekanbaru, (antarariau.com) - Koalisi LSM lingkungan Eyes on the Forest (EoF) mengungkapkan investigasi yang menunjukan pembabatan hutan habitat harimau Sumatera di hutan Blok Kerumutan, Provinsi Riau oleh perusahaan pemasok kayu untuk Asia Pulp & Paper (APP).
"Investigasi itu dilakukan pada bulan April 2013 menunjukan pembabatan perusahaan suplier APP di Kabupaten Indragiri Hilir," kata Editor Eof Afdhal Mahyudin di Pekanbaru, Kamis.
EoF merupakan koalisi gabungan tiga LSM, yakni WWF, Jikalahari dan Walhi.
Afdhal mengatakan para investigator EOF mengamati sejumlah ekskavator menebangi pohon-pohon di hutan alam di konsesi PT. Riau Indo Agropalma (RIA), suplier kayu, di blok Kerumutan yakni habitat harimau Sumatera yang terancam punah.
Hariansyah Usman dari Walhi Riau mengatakan, kondisi itu bertolak belakang dengan kebijakan APP dari Sinar Mas Group yang menyatakan moratorium terhadap penebangan hutan alam di Provinsi Riau.
Ia mengatakan, APP belum menyelesaikan kajian Nilai Konservasi Tinggi dan stok karbon tinggi, maupun kajian pakar gambut, di mana perusahaan telah mengatakan sebagai prasyarat dimulainya kembali operasi pengembangan apapun.
Di lain sisi, perusahaan tetap menerima kayu dari suplier mereka yang menebangi hutan alam.
"Adalah penting apa yang terjadi di lapangan, bukan apa yang tampak di kertas-kertas pemasaran," katanya.
Ia mengatakan, EOF merekomendasikan bahwa para pembeli dan mitra bisnis lainnya dari APP untuk tetap sangat berhati-hati dan tidak melakukan bisnis dengan perusahaan karena laporan kemajuan tidak bisa dipercayai tanpa verifikasi independen yang sebenar-benarnya di lapangan.
"Perusahaan bersikukuh bahwa pabrik-pabrik olah pulp-nya bisa terus menerima dan memproduksi pulp dari kayu hutan alam yang diklaim ditebangi sebelum moratorium dimulai, yang menciptakan celah lemah dimana para penyuplai mungkin menggunakan untuk memasok kayu ke dalam pabrik pulp dari penebangan baru yang melanggar kebijakan," katanya
Juru bicara WWF-Indonesia, Aditya Bayunanda, mengatakan perusahaan pemasok kayu itu telah menebangi hutan alam tersisa di konsesi mereka, di atas lahan gambut dalam di habitat harimau Sumatera tanpa adanya penilaian HCV, HCS dan gambut yang independen.
Humas Sinar Mas Forestry, Nurul Huda ketika dikonfirmasi mengatakan, APP masih tetap berkomitmen melakukan moratorium. Mengenai laporan investigasi EoF, ia menilai hal itu merupakan keliru karena kayu yang masuk dari perusahaan pemasok adalah dari izin rencana kerja tahunan (RKT) sebelum berlakunya moratorium.
"Itu sisa tebangan darai RKT yang sudah lama berjalan, dan kita tetap komitmen untuk moratorium dengan tidak ada lagi melakukan penebangan kayu alam," kata Nurul Huda.
*foto EoF