Pengungsi Afghanistan di Pekanbaru terlibat zina dengan WNI sulit dideportasi

id zina,pengungsi,pengungsi afghanistan,vita kdi,rudenim pekanbaru,afghanistan,berita terbaru,berita riau antara,berita riau terkini,berita riau

Pengungsi Afghanistan di Pekanbaru terlibat zina dengan WNI sulit dideportasi

Petugas mengawal sejumlah pengungsi asal Afghanistan bermasalah, yang mengenakan masker, di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Pekanbaru, Riau, Jumat (15/3/2019). Rudenim Pekanbaru menahan empat pengungsi Afghanistan karena pelanggaran tata tertib, tiga di antaranya akibat terlibat perzinaan dengan perempuan Indonesia sehingga akan direkomendasikan untuk dipindahkan dari Pekanbaru. (ANTARA FOTO/FB Anggoro)

Pekanbaru (ANTARA) - Rumah Detensi Imigrasi Pekanbaru, Provinsi Riau, menyatakan tiga pengungsi asal Afghanistan yang melakukan pelanggaran berat karena berzina dengan wanita Indonesia yang bersuami, tidak bisa dideportasi.

“Mereka tak bisa dideportasi karena status mereka sebagai pengungsi,” kata Kepala Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Pekanbaru, Junior Sigalingging kepada Antara di Pekanbaru, Sabtu.

Tiga pengungsi Afghanistan yang melakukan perbuatan asusila tersebut bernama Esmatullah Gulami, Ahmad Shah Rezaie, dan Mustafa Ahmadi. Dalam data Rudenim, mereka rata-rata berusia 21 hingga 26 tahun dan statusnya lajang. Mereka terindikasi kuat melakukan hubungan asmara terlarang dengan isteri warga Pekanbaru.

Baca juga: Tiga pengungsi Afghanistan di Pekanbaru ditangkap akibat perzinaan dengan WNI

Junior Sigalingging mengatakan, pengungsi tersebut bisa dideportasi asalkan ada proses hukum pidana terkait perzinaan. Hal tersebut sesuai hukum Indonesia, harus melalui pelaporan dari pihak suami yang isterinya diselingkuhi oleh para imigran itu. Putusan hukum kasus perzinaan itu, lanjutnya, akan menjadi dasar hukum untuk lembaga PBB yang mengurusi pengungsi (UNHC) untuk mencabut status pengungsi.

“Tapi misalnya sudah diproses pidana dia, UNHCR bisa mencabut status pengungsinya kalau sudah dicabut tentunya imigrasi akan melakukan deportasi,” katanya.

Namun, untuk kasus yang kini berjalan, Rudenim Pekanbaru hanya punya wewenang untuk merekomendasikan kepada lembaga IOM (International Organization for Migration) selaku perwakilan UNHCR agar pengungsi yang melakukan pelanggaran berat itu dipindahkan dari wilayah kerja Rudenim Pekanbaru.

“Wilayah kerja Rudenim Pekanbaru meliputi Jambi, Sumatera Barat dan Riau. Kalau ada tempat, biar IOM cari ke Jakarta, Tanjung Pinang dan Medan,” katanya.

Baca juga: Mayoritas Pengungsi Afghanistan Hari Lahirnya 1 Januari, Rudenim Pekanbaru: Bukan Kebetulan

Berdasarkan catatan Rudenim Pekanbaru, kasus Esmatullah Ghulami terjadi pada 25 Februari 2019 pukul 20.30 WIB yang terpergok petugas membawa kendaraan bermotor dengan seorang wanita Indonesia. Pengungsi berusia 21 tahun ini sempat melawan petugas ketika dimintai keterangan.

Kasus Ahmad Shah Rezaie lebih menghebohkan lagi, karena vidio hubungan percintaannya dengan wanita Indonesia yang sudah bersuami beredar luas “viral” di youtube. Berdasarkan laporan masyarakat yang resah atas perilaku pengungsi tersebut, Rudenim Pekanbaru menurunkan tim untuk menyelidiki kasus terhadap pria berumur 22 tahun itu.

“Setelah dilakukan komunikasi, yang bersangkutan (pengungsi) mengakui benar bahwa memiliki hubungan khusus dengan wanita tersebut,” kata Junior.

Kasus ketiga melibatkan pengungsi bernama Mustafa Ahmadi, 25 tahun. Rudenim Pekanbaru mendapat laporan dari warga bernama Aeric Lizer Situmorang pada 13 Maret 2019 yang mendatangi rumah pengungsi di Wisma Tasqya. Pelapor membawa massa mencari Mustafa karena imigran Afghanistan itu menjalin hubungan asmara dengan isterinya. Pelapor juga berencana untuk melanjutkan proses hukum ke pihak kepolisian.

Baca juga: Rudenim Pekanbaru Keluhkan IOM Tidak Kooperatif Tangani Pengungsi

Seluruh pengungsi yang bermasalah tersebut dipindahkan Rudenim dari rumah penampungan dan ditempatkan di ruang khusus yang terisolir di Gedung Rudenim Pekanbaru.

"Kurungan ini tidak ada batasnya. Sekali lagi di Rudenim ini dalam rangka pembinaan, tak ada seperti di lapas ada sekian bulan sekian tahun," kata Junior.

Menurut dia, potensi terjadinya tindak pelanggaran asusila ini terjadi karena sudah banyak pengungsi Afghanistan bisa berbahasa Indonesia. Mereka mayoritas sudah lebih dari lima tahun tinggal di Pekanbaru, dan ditempatkan di sembilan rumah-rumah penampungan pengungsian. Pengungsi juga bisa bebas berkeliaran di luar rumah penampungan dengan batas jam yang ditentukan.

“Mereka ketika diperiksa ngakunya berteman biasa. Tapi setelah ditelusuri, dan ditemukan ‘chat’ (obrolan) di handphone ketahuan kalau hubungannya sudah asusila,” katanya.

Baca juga: Dua Pengungsi Afghanistan di Pekanbaru Jalani Tes di Kedubes Kanada

Baca juga: Indonesia bantu 1 juta dolar AS untuk para pengungsi Palestina