Pekanbaru (Antarariau.com) - Harimau sumatera liar yang mati akibat jerat kawat baja di Provinsi Riau, seharusnya tidak lama lagi akan melahirkan sepasang anak harimau jantan dan betina.
Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Provinsi Riau, Suharyono di Pekanbaru, Kamis, mengatakan hasil nekropsi atau bedah bangkai menunjukkan ada dua janin di kandungan harimau betina itu, yang diperkirakan berusia lima bulan lebih. Namun, janin yang sudah terlihat mulai utuh menyerupai anak harimau itu ikut mati bersama induknya.
Padahal, dalam kondisi normal, harimau sumatera betina akan melalui masa bunting selama sekitar enam bulan sebelum melahirkan.
"Kondisi harimau ternyata sedang bunting atau hamil dan yang sangat menyedihkan harimau itu seharusnya sudah siap untuk melahirkan sekitar 14 hari ke depan," kata Suharyono.
Ia menjelaskan dua janin itu terdiri dari harimau jantan seberat delapan ons, sedangkan yang betina sebesar 6,5 ons. Diagnosa tim dokter hewan dalam nekropsi menunjukkan indikasi satwa bernama latin panthera tigris sumatrea itu mati akibat jerat kawat baja sangat ketat mencengram perut, yang mengakibatkan ginjalnya pecah.
"Ini sangat menyedihkan karena tiga ekor harimau sumatera yang langka dan dilindungi di Indonesia ini, dan juga dilindungi oleh dunia, mati dalam satu waktu akibat jerat," katanya.
Ia mengatakan pihaknya sudah menemukan pelaku yang memasang jerat kawat baja, yang telah menewaskan harimau sumatera liar beserta janin yang sedang dikandungnya di Kabupaten Kuantan Singingi. Untuk proses hukum selanjutnya, BBKSDA Riau akan berkoordinasi dengan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau.
"Ada satu orang yang kita bawa dari lokasi. Inisialnya E, dan mengaku sebagai pemasang jerat," katanya.
Menurut dia, sejauh ini E statusnya masih sebagai saksi karena mengaku memasang jerat itu untuk menangkap babi, bukan untuk menangkap harimau Sumatera. Keterangan dari saksi bisa diragukan karena jerat kawat baja yang digunakan cukup besar sehingga bisa mencengkram perut harimau sumatera. Pelaku merupakan seorang pekerja yang menjaga kebun kelapa sawit di daerah tersebut.
"Keterangan saksi akan kita dalami, karena setiap orang yang masang jerat mana pernah mau ngaku itu untuk menangkap harimau. Pasti bilangnya untuk menangkap babi," katanya.
Menurut dia, pelaku layak dihukum berat karena perbuatan tersebut sangat mengerikan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, lanjut Suharyono, pelaku bisa dihukum penjara selama lima tahun dan denda Rp100 juta.
"Pemasang jerat bisa dipenjara lima tahun dan denda Rp100 juta," ujarnya.
Harimau sumatera yang diperkirakan berusia empat tahun itu ditemukan mati akibat jerat di daerah perbatasan Desa Muara Lembu dan Pangkalan Indarung, Kabupaten Kuantan Singingi pada Rabu (26/7). Suharyono mengatakan lokasi tersebut berada di luar kawasan hutan, namun masih dalam area jelajah harimau Sumatera di lanskap Rimbang Baling.
Tim Rescue BBKSDA sebelumnya menerima laporan dari warga bahwa ada seekor harimau liar yang terjerat di daerah itu. Petugas sempat dua hari melakukan penyisiran sebelum akhirnya menemukan satwa terancam punah itu dalam kondisi mati.
Tim Rescue menemukan bangkai harimau sumatera menggantung di pinggir jurang dengan jerat kawat baja membelit perutnya.
"Diperkirakan harimau tersebut berhasil meloloskan diri dari jerat, namun tali jerat tersangkut di semak dan membelit pinggangnya sehingga menggantung di tepi jurang dan membuatnya mati," katanya.
Ia menambahkan, bangkai induk harimau dan dua janinnya sudah dikubur di halaman belakang kantor BBKSDA Riau. "Makamnya ditutup dengan semen supaya tidak ada yang bisa mencuri kulit dan organ lainnya," kata Suharyono.
***3***
(T.F012)