Belasan Korban Sindrom Rubella Bantu Dinkes Provinsi Riau Mensosialisasikan Imunisasi MR

id belasan korban, sindrom rubella, bantu dinkes, provinsi riau, mensosialisasikan imunisasi mr

Belasan Korban Sindrom Rubella Bantu Dinkes Provinsi Riau Mensosialisasikan Imunisasi MR

Ilustrasi

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Belasan orang tua dan anak yang menjadi korban sindrom congenital rubella atau CRS, ikut membantu sosialisasi Dinas Kesehatan Provinsi Riau untuk mengedukasi masyarakat tentang bahaya penyakit tersebut.

"Saya sempat sedih dengan lebih banyaknya informasi yang keliru tentang imunisasi MR, sehingga masyarakat sudah terbentuk pola pikirnya duluan untuk menolaknya. Dan itu tidak mudah untuk mengubahnya," kata Poppi Morina, dari Komunitas Anakku Sayang, pada diskusi publik situasi penyakit campak dan rubella di Kota Pekanbaru, Senin.

Ia mengatakan, hingga kini masyarakat belum teredukasi dengan cukup bagaimana bahayanya CRS dan mudahnya penularan penyakit itu. Poppi adalah ibu dari seorang anak yang harus hidup dengan CRS, karena tertular campak sejak diusia kandungan dua bulan. Perempuan yang berprofesi sebagai guru itu menjelaskan, penyakit itu didapatkannya dari kontak dengan seorang siswanya yang baru sembuh dari campak.

Poppi menderita campak saat hamil, dan dokter sudah memperingatkan dampaknya bagi anak. Namun, karena hasil USH menyatakan kondisi bayinya normal dan anak itu sangat dinanti, maka Poppi dan suaminya sepakat tidak akan menggugurkan kandungannya.

Namun, setelah anaknya berusia empat bulan baru dia benar-benar sadar bahwa anaknya tidak bisa mendengar. Penyakit CRS ternyata sudah menyerang syaraf-syaraf pendengaran anaknya, sehingga kedua telinganya tuli.

Dari pengalamannya itu, Poppi kemudian berusaha mengumpulkan korban CRS dan agar mereka saling mendukung sehingga terbentuk Komunitas Anakku Sayang. Jumlah anak yang terdata di komunitas itu ada 104 orang.

"Tapi saya yakin itu belum semua. Masih banyak anak-anak terpapar rubella yang orang tuanya menutup-nutupi. Saya sedih sekali melihatnya, kalau orang tua mereka meninggal, siapa yang akan mengurus mereka nanti," katanya.

Ronaldo Purba, orang tua yang juga anaknya terdampak CRS, mengatakan istrinya tidak mengetahui bayi dikandungannya terserang rubella hingga sudah lahir dengan kondisi salah satu bilik jantungnya bocor. Ia terus berusaha melakukan tindakan medis dengan melakukan operasi jantung dan berhasil, namun ternyata dampak CRS juga menyerang pendengaran anaknya.

Dokter memvonis anaknya tuli, dan untuk mendengar normal butuh bantuan alat yang tidak murah.

"Alat bantu dengar yang sekarang kurang berhasil. Ada alat yang bagus tapi harnya mahal, satu buah Rp210 juta," katanya.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Riau, Mimi Nazir, berharap agar semua pihak mau menyukseskan imunisasi MR di Riau yang kini masih terkendala. Penyakit tersebut bisa dicegah dengan cara imunisasi, karena dampak penyakit itu sangat berbahaya dan penularannya lebih mudah ketimbang HIV/AIDS.

"Kalau HIV penularan dari hubungan badan, tapi kalau MR lebih mudah lagi karena dari udara juga bisa menular," katanya.

Berdasarkan data Dinkes Riau, hingga September ini pencapaian imunisasi MR baru 18,47 persen dari target 1,955 juta anak usia sembilan bulan hingga 15 tahun.

"Capaian Provinsi Riau sampai dengan 8 September 2018 hanya 18,47 persen masih jauh dari target. Bahkan, Riau berada di urutan dua paling bawah dari capaian provinsi se-Indonesia," kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Riau, Mimi Nazir

Sejak imunisasi MR untuk provinsi di luar Jawa digelar pada Agustus lalu, Dinkes Riau menargetkan pencapaian bisa sampai 95 persen dari seluruh anak yang menjadi sasaran imunisasi. Namun, karena adanya pro dan kontra kehalalan vaksin MR, membuat program ini tidak berjalan di hampir seluruh kabupaten/kota.

Riau kini hanya berada di atas Provinsi Aceh yang tingkat pencapaian imunisasi MR hanya 6,86 persen. Dari 12 kabupaten/kota di Riau, hanya lima daerah yang pencapaiannya di atas 20 persen dan paling tinggi di Kabupaten Kuantan Singingi yakni sekitar 37,66 persen.

Realiasi imuniasi di Ibu Kota Provinsi Riau, yakni Kota Pekanbaru, hanya 15,36 persen. Bahkan, di Kabupaten Kepulauan Meranti, Siak dan Kota Dumai, pencapaiannya masih di bawah 10 persen.

"Memang masih ada pemerintah daerah seperti di Dumai, Indragiri Hilir dan Pekanbaru, masih menunda pelaksanaan kegiatan imunisasi MR," kata Mimi.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Riau, Prof Nazir Karim, menyatakan lembaga ulama membolehkan umat Islam untuk melakukan imunisasi MR karena dengan berbagai pertimbangan akhirnya menyatakan hukumnya mubah, atau boleh meski kandungan haram dalam vaksin tersebut.

"Memang vaksin itu hasil pemeriksaan (kandungannya) memang haram. Tapi dalam agama Islam, ada ketentuan yang sangat terpaksa, darurat dan tak ada yang lain, maka hal-hal yang haram zatnya bisa digunakan. Jatuhnya hukumnya mubah," kata Prof Nazir Karim.