Harga Minyak Turun, Pertumbuhan Ekonomi Riau Terancam Tak Tercapai

id harga minyak, turun pertumbuhan, ekonomi riau, terancam tak tercapai

Harga Minyak Turun, Pertumbuhan Ekonomi Riau Terancam Tak Tercapai

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Pengamat Ekonomi Universitas Riau Dahlan Tampubolon mengkhawatirkan target pertumbuhan ekonomi Riau sebesar 3,2 persen tahun ini tidak tercapai.

"Kita kuatir, pertumbuhan yang diharap Riau sekitar 3.2 persen susah tercapai kalau minyak dunia terus turun," kata Dahlan Tampubolon kepada Antara di Pekanbaru, Kamis.

Dahlah menyebutkan anjloknya harga minyak Brent 5,46 dolar AS atau 6,9 persen ke posisi 73,40 dolar AS per barel, akan sangat berpengaruh pada perekonomian Riau.

Dahlan menilai jika harga minyak dunia turun maka akan seiring dengan harga minyak nabati (CPO). Karena peningkatan produksi dan ekspor minyak mentah dunia menekan harga nya.

Selain itu menyikapi akan dibukanya keran ekspor dari pelabuhan Libya dan dilonggarkan nya embargo minyak Iran serta estimasi melambatnya ekonomi Cina karena perang dagang dgn AS, juga menekan harga minyak dunia.

Kondisi ini menurut Dahlan berdampak bagi Riau.

"Seperti kita fahami ekspor Riau masih besar dari minyak bumi. Ekspor non migas kita yang utama adalah lemak, minyak nabati dan pulp paper, " ujarnya.

Sebut dia lahi menurun nya harga minyak dunia langsung menekan nilai ekspor Riau dan juga mengganggu estimasi Dana Bahi Hasil (DBH) Riau dari migas.

Padahal DBH merupakan sumber penerimaan untuk belanja daerah (govermand Expenditure).

"Dari sisi spending, belanja daerah dan ekspor tentu akan melambat, " tegasnya.

Ditambah lagi Cina sebagai pasar utama CPO Riau selain India, terganggu pertumbuhannya karena tarif yang dikenakan Trump.

Menurunnya pertumbuhan ekonomi Cina, tentu menekan impor mereka atas produk CPO Riau sehingga akan mengkerek pertumbuhan ke bawah.

Padahal sebagaimana kita ketahui, Ptoduk Domestik Regional Bruto (PDRB) Riau hampir 34 persen bergantung pada sawit (sektor pertanian) dan CPO (industri) .

Karenanya sambung Dahlan tekanan dari sisi output, menyebabkan ekonomi akan tumbuh lebih rendah dari estimasi. Demikian pula dari spending, pertumbuhan tertekan karena bagi hasil yang akan mengecil juga ekspor melambat. Sehingga perlu dikhawatirkan pertumbuhan yang diharap sekitar 3,2 persen susah tercapai.

Berdasarkan data yang berhasil dihimpun antara harga minyak Brent turun USD 5,46 atau 6,9 persen ke posisi USD 73,40 per barel. Penurunan itu terbesar sejak 9 Februari 2016.

Harga minyak mentah AS susut USD 3,73 atau lima persen menjadi USD 70,38 per barel. Hal itu seiring meningkatnya ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan China

Sentimen lainnya Libya yang akan buka kembali pelabuhannya meningkatkan harapan pasokan yang terus meningkat.

Aksi jual dimulai pada awal sesi usai perusahaan minyak nasional Libya mengatakan akan membuka kembali pelabuhan yang ditutup sejak akhir Juni.

Tekanan jual meningkat ketika ketegangan sektor dagang antara AS dan China menimbulkan kekhawatiran permintaan. Tarif baru lebih dari USD 200 miliar terhadap barang China membuat harga komoditas termasuk harga minyak tertekan ikuti wall street. Ini karena ketegangan antara dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia makin intensif.

***3***