Pekanbaru, (Antarariau.com) - Lapas Kelas IIA Pekanbaru, Provinsi Riau, sejak Januari 2018 sudah mengoperasikan alat pendeteksi narkoba untuk menekan penyusupan atau beredarnya barang perusak mental itu di lembaga pembinaan napi di kota itu.
"Sekecil apapun narkoba kini tidak bisa lolos lagi sebab dengan scanner itu akan cepat terdeteksi, pemasok tidak bisa meletaknya di ketiak, disol sepatu, di dalam sampo botol atau di buah-buahan," kata Kasi Pembinaan Napi Lapas Kelas-IIA Pekanbaru, Yusup Gunawan di Pekanbaru, Senin.
Menurut Yusup, dulu narkoba bisa masuk Lapas karena pemeriksaan yang dilakukan hanya secara kasat mata dan perkiraan saja, namun demikian pemeriksaan tetap terus diintensifkan ada yang luput dan ada yang tertangkap.
Ia mengatakan, berdasarkan pemeriksaan kasat mata, katanya, pernah ditemukan narkoba yang dibawa keluarga napi yang berkunjung di dalam tapak sepatu, di dalam kepala ikan yang dimasak atau di tempat lainnya.
"Keberadaan scanner berhasil mengungkap narkoba yang dimasukkan ke dalam tangkai buah semangka atau ke dalam botol sampo cair. Scnaner berbunyi dan memberikan warna merah dari bawaan pengunjung Lapas yang bertanda di dalam bawaan tersebut terdapat narkoba," katanya.
Tangkai buah semangka yang dipotek dan dimasukkan narkoba itu kemudian diperiksa petugas, berikut botol sampo dipotong dan di dalam sampo ditemukan narkoba yang dibungkus dalam plastik.
Untuk pelaku kejahatan penyeludupan narkoba ke Lapas ini sudah dilaporkan ke kepolisian berikut dengan barang buktinya untuk diproses secara hukum.
"Keberadaan alat ini membantu petugas untuk mencegah penyusupan atau peredaran gelap narkoba di dalam penjara, sekaligus meringankan kerja petugas Lapas Kelas IIA Pekanbaru, yang kini mencapai 80 orang (Pegawai lama) dan 47 CPNS lulu tahun 2017 yang kini memasuki masa orientasi selama 6 bulan," katanya.
Ia menyebutkan dua pertiga penghuni Lapas Kelas IIA Pekanbaru adalah pemakai dan sekaligus pengedar sehingga otomatis yang sudah kecanduan memaksakan diri dengan cara apapun haus mendapatkan dan memasukkan barang haram tersebut ke penjara.
Apapun risikonya, katanya, rata-rata keluarga mereka tidak peduli lagi, justru adik, kakak, orang tua atau istri dan anaknya menjadi korban.
"Mereka menyuruh anggota keluarganya atau selingkuhannya untuk mengambil narkoba pada suatu tempat, yang penting kebutuhan mereka terpenuhi. Pecandu mengenal pedagang dan ketika keluarga terciduk menyusupkan narkoba, menangis karena menyesalinya yang dipikirnya bisa saja lolos dari pengawasan petugas Lapas," katanya.
Ia menyebutkan, di luar bandar narkoba, faktor ekonomi ditenggarai sebagai penyebab mereka menjadi pengedar, di samping dengan latar belakang pekerjaan pegawai diskotik, tukang parkir atau pekerja serabutan.
Sementara itu jumlah napi di Lapas Kelas IIA Pekanbaru per Rabu (2/3) tercatat sebanyak 1.572 orang di antaranya sebanyak 1.024 adalah napi dalam kasus narkoba. ***2**