Manila, Filipina, (Antarariau.com) - Sejumlah negara anggota ASEAN beberapa tahun terakhir mengalami gangguan keamanan akibat aksi-aksi teror yang dilakukan kelompok-kelompok bersenjata di kawasan Asia Tenggara.
Ada beberapa aksi teror yang merebak di kawasan Asia Tenggara selama dua tahun terakhir, diantaranya aksi pembajakan dan penyanderaan oleh kelompok Abu Sayyaf di wilayah perairan Laut Sulu dan sekitarnya serta aksi pendudukan kota Marawi di Filipina oleh kelompok ISIS Asia Tenggara.
Menanggapi fenomena tersebut, Presiden Filipina Rodrigo Duterte dalam pidatonya saat membuka Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-31 di Manila menyoroti soal terorisme, radikalisme, dan ekstremisme dan kaitannya dengan keamanan regional di kawasan Asia Tenggara.
Presiden Filipina menyerukan negara anggota ASEAN dan mitra ASEAN untuk bertindak melawan terorisme yang merupakan ancaman terhadap perdamaian dan stabilitas kawasan.
"Terorisme dan kekerasan ekstremisme membahayakan perdamaian, stabilitas, dan keamanan kawasan kita, karena ancaman ini tidak mengenal batas. Pembajakan dan perampokan bersenjata telah mengganggu stabilitas pertumbuhan dan perdagangan regional dan global," ujar Duterte.
Kejadian pembajakan kapal dan penyanderaan anak buah kapal (ABK) yang dilakukan oleh kelompok Abu Sayyaf di wilayah perbatasan perairan Malaysia-Indonesia-Filipina terjadi berulang kali, dan ABK Indonesia pun sering menjadi korban penyanderaan.
Selanjutnya, Presiden Duterte juga menyebutkan tentang pendudukan kota Marawi selama lima bulan oleh kelompok teroris yang terinspirasi oleh ISIS dan berusaha untuk merebut kota berpenduduk mayoritas Muslim tersebut. Kelompok teroris di Marawi itu berupaya untuk membangun sebuah kubu di Filipina dan di kawasan Asia Tenggara.
Setelah aksi pemboman tanpa henti oleh tentara Filipina, pendudukan Marawi oleh kelompok teroris tersebut berakhir pada 23 Oktober lalu. Namun, hal itu mengakibatkan sekitar 1.000 orang tewas, kebanyakan teroris, dan ratusan ribu orang mengungsi.
Aksi terorisme di Marawi juga telah membuat kota yang merupakan salah satu pusat kepercayaan Islam di Mindanao itu berubah menjadi reruntuhan.
Upaya bersama
Berbagai gangguan keamanan tersebut menuntut negara anggota ASEAN untuk melakukan upaya bersama dalam melawan terorisme.
Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi menilai anggota ASEAN harus siap mengidentifikasi dan menangani konflik dan masalah-masalah keamanan yang dapat mengganggu kestabilan di kawasan, termasuk terorisme.
"Oleh karena itu, kita harus melakukan pengamatan yang baik tentang 'titik-titik' yang bisa mengganggu stabilitas. Misalnya, soal keamanan di Marawi saat diduduki teroris," ujar dia.
Menanggapi situasi di kawasan Asia Tenggara itu, Pemerintah Indonesia telah berprakarsa untuk melakukan kerja sama trilateral dengan Filipina dan Malaysia guna mendukung penanganan masalah gangguan keamanan akibat aksi teror itu secara subregional.
Kerja sama antara Indonesia, Malaysia dan Filipina itu dibentuk untuk meningkatkan efektivitas penanganan kejahatan terorganisasikan intas negara, terutama terorisme, khususnya di Laut Sulu dan Sulawesi.
Beberapa pertemuan trilateral antara menteri-menteri Indonesia, Malaysia, dan Filipina pun telah menghasilkan kesepakatan antarketiga negara untuk melakukan JOINT SEA PATROL di wilayah perbatasan perairan Indonesia-Malyasia-Filipina untuk mengatasi gangguan keamanan dan kejahatan lintas batas di kawasan.
Selanjutnya, melalui beberapa pertemuan trilateral antara menlu Indonesia,Malaysia, dan Filipina, ketiga negara sepakat melakukan kerja sama subregional untuk penanganan dan pencegahan aksi teror di kawasan Asia Tenggara, salah satunya melalui program deradikalisasi untuk menanggulangi munculnya aksi dan kelompok teroris yang bersumber dari paham-paham radikal.
Terkait upaya deradikalisasi tersebut, Pemerintah Indonesia menyatakan siap untuk mendukung pemerintah Filipina dalam proses deradikalisasi di Marawi pascapembebasan kota itu dari teror yang dilakukan kelompok radikal.
"Selain rekonstruksi dan pembangunan infrastruktur, salah satu fokus dukungan Indonesia terkait dengan sektor pendidikan dan deradikalisasi di Marawi," kata Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi.
Pernyataan tersebut disampaikan Menlu RI dalam Pertemuan Tingkat Menteri Luar Negeri Trilateral Indonesia-Malaysia-Filipina di Manila, Minggu (12/11).
Menurut Menlu RI, dukungan Indonesia dalam proses deradikalisasi itu sejalan dengan keinginan Pemerintah Filipina untuk mengembangkan toleransi melalui pendidikan.
Lebih lanjut pemerintah Indonesia menyampaikan kesiapan untuk membantu pengembangan kurikulum pendidikan agama, pengiriman ulama untuk menyebarkan nilai Islam sebagai "rahmatan lil alamin" melalui madrasah.
Pemerintah Indonesia pun akan menyediakan lebih banyak beasiswa untuk para pelajar dan mahasiswa asal Marawi.
Selain itu, pemerintah Indonesia menyampaikan kesiapan Jakarta Centre for Law Enfocement Cooperation (JCLEC) untuk memberikan pelatihan yang dapat meningkatkan kehandalan dan profesionalisme para penegak hukum dan aparat keamanan Filipina dengan kurikulum yang didesain sesuai kebutuhan.
Pada dasarnya tidak ada satu pun negara di dunia yang dapat berdiri sendiri dalam meghadapi gangguan dan ancaman terorisme. Untuk itu, negara-negara anggota ASEAN harus bersatu sebagai suatu komunitas untuk menghadapi tantangan bersama di kawasan, termasuk ancaman terorisme.
"Ke depan tantangan semakin tinggi. Oleh karena itu, ASEAN harus cepat, progresif, dan open minded untuk merespon. Kita harus menjadikan kebersamaan ASEAN sebagai satu komunitas untuk merespon tantangan di kawasan," ucap Menlu Retno Marsudi.