Pekanbaru (Antarariau.com) - Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Riau menggiatkan tes urine terhadap aparatur sipil negara setempat untuk mengendalikan peredaran narkoba.
"Tes urine dilakukan merujuk pagu anggaran BNNP Riau 2017 dan untuk daerah ini 10 instansi pemerintahan. Kegiatan ini digelar juga berdasarkan Undang Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, program kerja BNN Provinsi Riau 2017," kata Kepala Seksi Pemberdayaan Masyarakat BNNP Riau Zuldastri SP di Pekanbaru, Kamis.
Menurut dia, kegiatan ini digelar dalam upaya preventif mencegah peredaran narkoba di Riau. Untuk pelaksanaan tes urine tim BNN akan mengawal masing-masing ASN tersebut. Hasil uji laboratoroiumnya bisa keluar selama seminggu.
Hasilnya bersifat rahasia, hanya kepala instansi atau pimpinan kantor yang bisa mengetahuinya. Hasil tes urine tidak bisa dipublikasikan merujuk SOP tes urine.
"Prosedurnya adalah para peserta tes urin, yang laki-laki akan didampingi tim yang laki-laki begitu pula untuk karyawati akan dikawal tim kami yang wanita dari BNN Provinsi," katanya.
Untuk alat yang kami pakai dengan ukuran 6 parameter, mampu mendeteksi sejumlah narkoba seperi morvin, sabu-sabu, kokain, ganja dan benzo.
Melalui kegiatan sosialisasi ini, katanya, diharapkan terjalin kerja sama antara BNN Riau dengan kantor dan instansi di daerah ini.
"Dengan penyuluhan intens yang dilakukan Kemenag dan BNN akan bisa menekan angka narkoba," katanya.
Dalam mencegah peredaran narkoba di Riau, katanya, BNN masih menjalankan program pencegahan pemberantasan dan rehabilitasi.
Data dari BNNP Riau menunjukkan pada 2015 kasus narkoba di Riau berada pada peringkat ketujuh nasional, 2016 peringkat 14 nasional dengan jumlah kasus 2015 sebanyak 1.032 kasus dengan 1.455 tersangka, 2016 sebanyak 1.481 kasus dengan 2.020 tersangka. Selanjutnya semester pertama 2017 tercatat sebanyak 750 kasus dengan 1.031 tersangka.
Mirisnya selama 2017 diprediksi akan terjadi peningkatan karena separuh tahun saja sudah mencapai 750 kasus sehingga perlu terus digencarkan gencarkan razia kafe, hotel, dan pelabuhan tikus seperti di Kota Dumai yang berpotensi terjadi transaksi narkoba karena sepi dan bahkan jauh dari pedesaan.
Daerah yang menjadi urutan pertama (merah) terbesar di Provinsi Riau menurut temuan BNNP Riau adalah Kabupaten Bengkalis, Kota Pekanbaru, Kota Dumai, Kabupaten Rokan Hilir.
Peringkat kedua (warna kuning) Riau adalah Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Kampar, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Siak sedangkan peringkat ketiga (warna hijau) adalah Kabupaten Kuantan Singingi, Kabupaten Inderagiri Hulu, dan Kabupaten Indergiri Hilir serta Kebupaten Meranti.
Tiada hari tanpa sosialisasi tentang bahaya narkoba, karena kasusnya sudah memprihatinkan sehingga BNNP Riau berkoordinasi di jajaran Polda Riau, BNNP, BNN Kabupaten dan Kota se-Riau meredam peredaran narkoba di daerah itu.
Kendati saat ini Riau belum memiliki bangunan panti rehabilitasi untuk pemakai atau pecandu narkoba, namun BNNP Riau tetap bekerja dengan semangat tinggi.
Bahkan, terhadap pemakai atau pencandu narkoba yang menjalani rawat jalan tetap dilakukan di Kantor BNNP Riau Jalan Pepaya No. 6 Kota Pekanbaru, Provinsi Riau, walapun bangunan kantor pun kini sudah masuk kategori tidak layak pakai lagi.
Menanggapi hal itu, H Ahmad Supardi mengaku sangat menyambut baik program BNN terkait sosialisasi Narkotika dan Tes Urin kepada jajaran Kanwil Kemenag Riau. Mengingat persoalan narkoba ini sudah memasuki tahap gawat darurat untuk skala nasional. Persoalan besar terkait korupsi, terorisme dan narkoba sudah menjadi isu nasional yang perlu ditanggapi secara serius.