Dinilai Cacat Prosedur, Walhi Kembali Ajukan Preperadilan SP3 Polda Riau

id dinilai cacat, prosedur walhi, kembali ajukan, preperadilan sp3, polda riau

Dinilai Cacat Prosedur, Walhi Kembali Ajukan Preperadilan SP3 Polda Riau

Pekanbaru (Antarariau.com) - Wahana Lingkungan Hidup kembali mengajukan praperadilan terkait Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) oleh Kepolisian Daerah Riau terhadap 15 perusahaan diduga melakukan kebakaran hutan dan lahan.

Pengajuan ini dilakukan terhadap tiga perusahaan yakni PT. Riau Jaya Utama (PT RJU), PT. Perawang Sukses Perkara Indonesia (PT. PSPI), dan PT. Rimba Lazuardi (PT RL), kata Direktur Walhi Riau, Riko Kurniawan dalam konfrensi pers di Pekanbaru, Sabtu.

Dia mengatakan pendaftaran permohonan praperadilan tersebut telah dilakukan Walhi Riau melalui kuasa hukumnya pada Rabu (21/6) lalu. Pengadilan Negeri Pekanbaru, lanjutnya juga telah menjadwalkan sidang perdana yang akan dilangsungkan pada Senin (10/7).

Salah seorang Tim Kuasa Hukum Walhi Riau, Even Sembiring menyatakan sudah mempersiapkan diri lebih matang dari permohonan praperadilan sebelumnya. Alasan Polda Riau menghentikan penyidikan dengan dalil tidak cukup alat bukti akan kami buktikan bahwa hal tersebut sama sekali tidak berdasar.

"Selain itu, terdapat cacat prosedur dan pengenyampingan bukti yang telah dilakukan oleh penyidik," ujarnya yang Manajer Kajian Kebijakan Eksekutif Nasional Walhi.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum Pekanbaru sekaligus kuasa hukum, Aditia Bagus Santoso mengatakan bahwa dalam gugatan ini alasan penghentian penyidikan terkesan mengada-ada dan dipaksakan. Ketiga korporasi dan 12 lainnya yang terlibat perkara kebakaran hutan dan lahan yang perkaranya dihentikan oleh Polda Riau pada periode periode April sampai dengan Juni 2016 ini menurutnya telah memenuhi unsur tindak pidana.

"Khususnya terkait unsur kelalaian menjaga areal konsesinya yang menyebabkan kerusakan lingkungan hidup dan kabut asap yang sangat luar biasa pada 2015 lalu," jelasnya.

Direktur Eksekutif Nasional WALHI, Nur Hidayati menyampaikan dorongan membuka kembali perkara praperadilan ini dilakukan dengan meminta Negara agar melakukan penguatan substansi prinsip "strict liability" sebagaimana yang diatur dalam UU 32/2009. Ini agar dapat digunakan dalam penegakan hukum pidana lingkungan.

"Kebutuhan terhadap sebuah sistem hukum yang benar-benar memahami kejahatan lingkungan yang begitu kompleks, namun di sisi yang lain struktur peradilan kita belum optimal mengadili tindak kejahatan lingkungan hidup. maka WALHI menilai sudah sepatutnya Indonesia memiliki pengadilan khusus lingkungan hidup yang diharapkan dapat mewujudkan keadilan ekologis," ujar Nur Hidayati.