"Saat ini, Riau masih mengalami defisit litsrik dan memerlukan aliran listrik melalui sistem jaringan interkoneksi dari wilayah lain di Sumatera, terutama pada waktu beban puncak pukul 18.00 WIB hingga 22.00 WIB".
Pekanbaru (Antarariau.com) - Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan.
Perpres itu ditandatangani oleh Presiden Jokowi pada akhir Januari 2016. Dengan perpres ini, diharapkan dapat mendorong megaproyek pembangunan pembangkit listrik berkapasitas 35.000 Mega Watt (MW).
Ada enam poin diatur dalam perpres ini yaitu pengadaan pembangkit, transmisi dan gardu induk, penyehatan keuangan PLN, energi primer, pemberian kepastian, konsistensi aturan, serta mewajibkan pemerintah daerah mendukung pelaksanaan mega proyek listrik.
"Sudah tidak mungkin lagi ada investor datang, lalu suruh menunggu listrik tersedia. Pasti mereka balik, pulang," kata Presiden Jokowi yang menggambarkan betapa listrik menjadi prasyarat utama sebuah investasi.
Selain kebutuhan dunia industri, listrik juga dibutuhkan bagi generasi penerus bangsa terutama anak-anak usia sekolah agar mereka bisa belajar pada malam hari dan bisa mengoptimalkan peralatan belajar mengajar di sekolah.
Listrik juga menjadi pendorong tumbuhnya industri kecil rumahan dan memberikan peluang aktivitas perdagangan pada malam hari.
Pemerintah telah menugaskan PLN untuk mengawal proyek dengan memberikan berbagai macam dukungan. Megaproyek senilai 72,942 miliar dolar Amerika Serikat ini juga akan menggerakkan ekonomi dalam negeri karena 40 persen komponen pendukungnya diwajibkan memakai komponen yang produksi dalam negeri. Proyek besar itu juga melibatkan tenaga kerja langsung sekitar 650 ribu orang, dan tidak langsung sebanyak tiga juta orang.
Rincian pembangunan energi listrik itu yakni membangun 402 pembangkit dengan daya 42.940 MW, lalu 732 paket transmisi sepanjang 46.597 kilometer, dan 1.375 gardu induk kapasitas 108.789 MVA.
Selain itu PT PAL Indonesia juga bekerjasama dengan PT Karpowership Turki untuk membangun kapal pembangkit listrik di Surabaya untuk pulau yang selama ini mengalami defisit listrik. Lima kapal pembangkit yang dibangun Karpowership, perusahaan asal Turki, satu sudah beroperasi di Sulawesi Utara dan empat lainnya menyusul untuk Sumatra Utara, NTT, NTB dan Maluku.
PLN berserta pemangku kepentingan lain di Riau juga berupaya untuk meningkatkan kapasitas listrik dan daya jangkau jaringan listrik agar mendongkrak angka elektrifikasi.
Tercatat hingga Oktober tahun ini, jumlah pelanggan PLN di Riau mencapai 1.421.400 kepala keluarga dari total jumlah penduduk 6,3 juta jiwa lebih dengan rasio elektrifikasi kini berada di posisi 74,32 persen.
Sementara data Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pertengahan tahun ini masih menempatkan Riau dengan rasio elektrifikasi 55,84 persen.
Apapun angkanya, tapi yang jelas pada tahun 2015 terdata sekitar 270 desa dari jumlah total 1.641 desa/kelurahan di Riau masih belum teraliri listrik.
Kondisi listrik terkini
Saat ini, Riau masih mengalami defisit litsrik dan memerlukan aliran listrik melalui sistem jaringan interkoneksi dari wilayah lain di Sumatera, terutama pada waktu beban puncak pukul 18.00 WIB hingga 22.00 WIB.
Energi listrik yang mampu dihasilkan dari sejumlah pembangkit di Riau berjumlah 152,8 MW terdiri dari PLTA Koto Panjang 74 MW, PLTG Teluk Lembu 43,3 MW, PLTD Teluk Lembu 7,5 MW, PLTD Dumai 8 MW dan PLTG Riau Power 20 MW.
Sementara kebutuhan listrik bagi warga di provinsi ini pada waktu beban puncak tercatat rata-rata sekitar 480 MW, tapi sempat mencapai 600 MW selama Ramadhan tahun ini. Artinya saat ini, 12 kabupaten/kota di Riau masih kekurangan daya sekitar 327,2 MW.
Oleh karena itu, pembangunan pembangkit baru menjadi satu keniscayaan. Salah satu andalan provinsi ini terus menambah kapasitas listrik melalui PLTU Tenayan Raya, sebenarnya dibangun untuk mendukung PON Riau tahun 2012 lalu.
PLTU berbahan bakar batubara memiliki dua unit mesin dan masing-masing berkapasitas 1x110 MW, sehingga daya listrik dihasilkan sebesar 220 MW. Dengan lokasi di Kelurahan Sail, Kecamatan Tenayan Raya, Kota Pekanbaru telah masuk ke sistem interkoneksi Sumatera berteganggan 150 kiloVolt.
Manajer PLTU Tenayan Raya, Sugiharto mengaku, unit satu kapasitas 110 MW telah beroperasi sejak awal Desember 2016, setelah melewati sejumlah rangkaian termasuk uji kelayakan demi memperoleh sertifikat layak operasi oeh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Pengoperasian itu dilakukan selama 72 jam atau tiga hari penuh dengan beban maksimal 110 MW. "Ini 27 (November), sedangkan hari ini 9 (Desember). Berarti sudah 12 hari lebih, terhitung sore ini," ucapnya.
Pembangkit ini dioperasikan untuk membantu dua transmisi yang sekarang ini terhubung yakni Pembangkit Listrik Tenaga Diesel/Gas (PLTDG) Teluk Lembu 90 MW lebih di Pekanbaru melalui Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET), dan 12 MW dialirkan menuju Gardu Induk di Pasir Putih, Kecamatan Tandun, Kabupaten Kampar dengan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT).
Meski awalnya masyarakat tempatan terutama di ibu kota provinsi menyatakan ketidaksetujuan wilayahnya tinggal dilewati jaringan SUTT lazimnya memerlukan luas tapak pembaguan tower 14 x 14 meter sampai 20 x 20 meter, dan tower SUTET seluas 20 x 20 hingga 30 x 30 meter.
Sebab PLN telah membangun sekitar 30 tapak tower SUTET dari Tenayan menuju Teluk Lembu dengan jarak lebih dari delapan kilometer, dan 60 tapak tower SUTT ke Pasir Putih berjarak sekitar 30 kilometer.
"Kami intinya tidak menolak adanya STT. Karena titik koordinat tower, tidak sesuai dengan izin dan kajian analisis mengenai dampak kingkungan yang sudah dikeluarkan Badan Lingkungan Hidup Provinsi Riau," kata Hadiruka Zega, saat menyampaikan aspirasi ke gedung DPRD Riau.
Pembangunan proyek tapak tower SUTT itu melewati beberapa rumah di kawasan Perumahan Tunggal Perkasa, Pekanbaru. Terdapat lima tapak tower yakni berada di titik 26, 27, 28, 29, dan 30 dari total 60 tower yang dibangun.
Kalangan legislator setempat tidak bisa langsung menyahuti keluhan belasan warga tempatan tersebut, terutama dalam menghentikan pembangunan SUTT dengan pertimbangan lahan dilewati tapak tower listrik tengangan 150 kiloVolt lebih kecil dibanding kebutuhan masyarakat di Riau.
Muncul anggapan bahwa masyarakat harus merelakan lahannya untuk jaringan listrik karena percuma saja pembangkit sudah berproduksi, tetapi jaringannya tidak ada. Justru yang menikmati listrik adalah masyarakat juga, sehingga tidak ada lagi pemadaman bergilir.
"Kita mengimbau PLN, melakukan pendekatan persuasif kepada warga dan pemerintah daerah setempat. Memang ini kebutuhan untuk masyarakat, tapi kita meminta tetap melalui mekanisme yang berlaku agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan," tutur Wakil Ketua Komisi D DPRD Riau, Hardianto.
"Alhamdulillah. Teman-teman dilapangan sudah enam hari ini bekerja menyelesaikan tapak tower. Ganti rugi, sudah kita berikan. Semoga mereka (warga) bisa menerima, walau masih ada beberapa yang tak puas. Pembangunan SUTT ini kita kebut," kata Manajer SDM dan Umum PLN Wilayah Riau dan Kepri, Dwi Suryo Abdullah.
Target PLN di Riau
PLN setempat telah menargetkan PLTU Tenayan Raya bakal beroperasi penuh di Maret tahun 2017, dan saat ini mesin unit dua berkapasitas 1x110 MW sedang masuki tahap uji coba.
Beberapa tahun ke depan, perusahaan pelat merah ini bakal merealisasikan pembangunan pembangkit, dan sekaligus mengoperasikan di wilayah sistem isolated atau terisolasi pada empat kabupaten di Riau yakni Bengkalis, Kepulauan Meranti, Rokan Hulu dan Indragiri Hilir.
Seperti tahun 2017, tiga pembangkit direalisasikan yakni PLTMG 30 MW Tembilahan di Indragiri Hilir, PLTMG 30 MW Kampar, dan PLTGU Riau Peaker 200 MW. Tahun 2018 yaitu PLTMG 20 MW Bengkalis, PLTMG 20 MW Selat Panjang di Kepulauan Meranti, dan PLTGU 250 MW Riau.
Manajer PLN Unit Induk Pembangunan II, Rahmat Basuki mengatakan, pihaknya sudah mulai merealisasikan pembangunan total sekitar 2.100 tower SUTT dan SUTET di Riau dengan kondisi sudah 91,75 persen pembebasan lahan dari 1.932 titik.
Pelaksanaan pembebasan lahan tergantung dari peran serta warga terutama tempatan, karena dalam pembangunan baik SUTT, SUTET, dan gardu induk tidak mungkin dilakukan tanpa lahannya dulu bebas lebih besar di atas Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
"Tapi kami memberikan penggantian yang wajar, dan bukan merugikan pemilik lahan. Kalau untuk laporan pembangunan towernya saat ini, memang baru 50 persen," terangnya.
PLN telah memasang target, akan berusaha mewujudkan seluruh desa di Riau Terang di 2019. Begitu juga semua daerah di Sumatera, sehingga saat ini tengah menggesa pembangunan bidang kelistrikan demi Sumatera Terang tahun 2019.
Melihat berbagai kendala dan fakta lapangan, memang tak mudah bagi provinsi berjuluk Bumi Lancang Kunig ini, dalam merealisasikan sebagai perwujudan sesuai yang diinginkan seperti Riau Terang dalam tiga tahun ke depan.
Sinergi para pemangku kepentingan mulai PLN, pemda dan tokoh masyarakat diperlukan agar berbagai kendala bisa diatasi dan semua itu perlu pengorbanan semua pihak.